Sabtu, 26 Oktober 2013

Tentang Orang Tua Dan Wisuda

Ada rekan kerja sekantor yang anaknya baru saja wisuda DIII. Wajahnya begitu sumpringah. Dia kelihatan bahagia sekali. Selama seminggu, tidak henti-hentinya dia bercerita ke semua orang tentang wisuda anaknya itu. Memperlihatkan foto-foto wisuda, album kenangan, bahkan transkrip nilai sementara anaknya pun dia bawa kemana-nama.

Senyum bangga selalu tersungging di wajahnya yang keriput.


“Lihat, Bu, Pak! Ini Epik. Kemarin baru wisuda.” Demikian dia selalu berkata pada rekan-rekan kerjanya. Termasuk padaku.

“Wah, Epik sekarang kelihatan lebih cantik ya, Pak.” Hampir semua orang menlontarkan jawaban seperti itu usai melihat foto Epik dengan baju toganya. 

Dan kembali dia tersenyum bangga.

Rekanku itu begitu bangga, karena merasa berhasil mengantarkan anaknya sampai ke bangku kuliah. Dia yang hanya berijazah SMP, dan sekarang anaknya punya ijazah DIII.

***
Kemudian, aku teringat ibuku. Aku merasa terhempas. Hatiku ngilu. Setahun yang lalu, aku juga diwisuda. Kedua orang tuaku bangga, pasti. Tapi justru aku yang mematahkan semangat kebanggaan mereka. Egoku sebagai seorang perempuan muda memaksaku harus menyembunyikan sebagian besar kenangan yang bersinggungan dengan wisuda.

Pernah, waktu itu, sepulang dari kantor. Aku mendapati salah satu foto wisudaku sudah berdiri gagah di atas meja kamar. Aku tahu, ini pasti kerjaan ibuku untuk menunjukkan rasa bangganya. Tapi, kemudian aku mengambilnya dan memasukkannya lagi ke dalam map wisuda dan menyimpannya di lemari. Bahkan, berkali-kali ibu meminta untuk memajang foto-foto itu di ruang tamu atau ruang keluarga. Tapi aku selalu menolak. Sampai akhirnya ibuku lelah dan tak lagi membahas tentang foto-foto itu.

Ya, seperti itulah kadang-kadang kelakuan kita (bisa jadi hanya aku). Aku selalu bilang ingin membahagiakan orang tua. Ingin menyenangkan hati mereka. Takut menyakiti mereka. Tapi hal kecil seperti ini saja tidak bisa kulakukan. Hanya memajang foto, apa susahnya? Tentu aku punya alasan. Alasan yang menurutku aneh. Karena foto-foto terlihat jelek. Ini alasan klise untuk menutupi alasan sebenarnya.

Dan alasan yang sebenarnya, tentu tidak akan ku ceritakan. It’s a private.

Tapi, sejak kemarin aku sudah berjanji. Akan memajang foto-foto itu. Tapi nanti. Mungkin, saat aku sudah tak tinggal lagi di rumah orang tuaku. Jadi, aku tidak akan sering-sering melihat foto itu. Cukup orang tuaku yang merasa bangga setiap kali menatap foto anak-anaknya dengan berpakaian toga.

Seperti rekan saya tadi. Orang tuaku pun akan bercerita dengan penuh rasa bangga bila ada kerabat yang bertanya tentang wisuda anaknya. Orang tua yang hanya berijazah SD, bisa mengantarkan anak-anaknya menyentuh bangku kuliah. Ini yang seringkali membuat saya haru, hingga terkadang meneteskan air mata.

Diakui atau tidak, tingkat pendidikan memang menjadi prestige tersendiri bagi keluarga, terutama orang tua. Kamu, mau sekolah tinggi atau tidak itu memang terserah kamu. Kamu yang merasakan efeknya langsung. Tapi orang tuamu, mereka berhak bahagia dan bangga saat berfoto bersama anak-anaknya yang mengenakan toga. #SeflNote

Tidak ada komentar:

Posting Komentar