Rabu, 14 Oktober 2020

Day 5: Your Parents

Orang tuaku bukan orang berpendidikan tinggi. Keduanya hanya lulusan SD. Tapi, keduanya punya cita-cita tinggi. Meski hanya lulusan SD, mereka ingin anak-anaknya bisa menuntut ilmu hingga kuliah. Dan mereka sudah melakukannya. Kedua anaknya bisa lulus kuliah dengan mulus.

Orang tuaku bukan orang berada. Untuk hidup dan membesarkan anak-anaknya mereka harus bekerja sekerasnya. Berusaha sekuatnya untuk memberikan kehidupan yang layak untuk anak-anaknya. Mengesampingkan segala ego, demi anak-anaknya agar tercukupi.

Orang tuaku bukan orang yang romantis. Sedari kecil aku jarang sekali mendengar kata cinta dari mereka. Jarang sekali mendapat pelukan hangat dari mereka. Mereka lebih sibuk kerja demi memenuhi kebutuhan hidup, ketimbang menghabiskan banyak waktu bersama anak-anaknya. Tapi, tak pernah sekali pun aku protes. Aku tahu, mereka menyayangi kami anak-anaknya lebih dari kata cinta dan pelukan. Kami anak-anaknya selalu ada dalam doa mereka.

Orang tuaku adalah manusia-manusia tabah. Mereka seringkali dipukul derita, tapi tak kulihat mereka merana. Mereka tetap menjalani hidup dengan bahagia. Iya, sedih tentu saja ada, tapi hanya sewajarnya.

Orang tuaku bukan orang yang begitu religi. Soal agama, mereka biasa saja. Sholat puasa sama seperti yang lainnya. Tidak begitu ndakik-ndakik. Tapi, yang paling aku suka dari mereka adalah semangatnya untuk selalu berbagi. Seringkali mereka mengingatkan kami untuk, apa pun yang kami miliki, sedikit atau banyak, jangan lupa untuk berbagi. Untuk saling memberi. Dan ini adalah legacy yang harus kami rawat untuk kemudian diturunkan pada anak cucu kami.

Emak, Pak, terima kasih untuk segalanya selama ini. Kami anak-anakmu telah tumbuh mendewasa dengan baik. Terima kasih untuk banyak kebahagiaan selama ini. Kami menikmatinya. Sekarang, giliran kalian menikmati kebahagiaan. Menualah dengan sehat dan bahagia. Serta selalu dalam lindungan-Nya. 

Kamis, 01 Oktober 2020

Day 4: Place You Want To Visit

Sebagai manusia yang doyan jalan-jalan, banyak sekali tempat yang ingin ku kunjungi. Kalo bisa, seluruh dunia ini ku kelilingi. Kalo ada waktu dan dana tentunya. Ehem..

Pengen ke Korea, karena sering lihat dramanya. Pengen ke Jepang, karena penasaran sama disiplinnya orang sana. Pengen ke Singapura, pengen ke Jewel Changi lihat air terjunnya. Pengen ke Eropa, pengen ngerasain winter di sana. Pengen ke Swiss, karena selalu ngiler tiap lihat gambar pemandangan alam sana. Pengen ke Timur Tengah, pengen lihat padang pasir. Pengen ke Thailand, pengen lihat kehidupan di sana seperti apa. Intinya pengen ke banyak tempat, sih.

Tapi, kalo yang pengen banget dan sepertinya tidak begitu sulit untuk dijangkau adalah pengen jalan-jalan ke Banyuwangi. Pengen menghirup udara di Taman Nasional Baluran dan sekitarnya. Masalahnya adalah, Papasel mau gak diajak ke sana #kodekeras. Ini salah satu tempat yang sudah lama sekali masuk di bucket list-ku. Pokoknya berharap sekali suatu saat bisa ke sana. Eh, aku gak akan nolak, kok, kalo diajakin honey moon ke sana. Uhuk.

Yang lebih sederhana lagi, pengen banget ngajak anak lanang jalan-jalan ke Taman Safari. Lihat macam-macam binatang di sana. Karena ku tahu, ini akan membuat Icel bahagia. BTW, dari bayi dia belum pernah diajak ke kebun binatang. Meanwhile, sekarang dia sudah tahu nama-nama binatang, beserta niruin suaranya. Kecuali suara buaya, soalnya suara buaya susah ditiruin. Macam-macam, sih. Kadang bikin baper, kadang bikin mual. Eh. Ini ngomongin kamu apa buaya?

Abis dari Taman Safari, lanjut ngajakin main ke Jungle Land. Membiarkan Icel main sepuasnya di sana. Main sampai lelah. Kalo sudah lelah, pengen ngajakin dia ke Sentul City. Nginep di sana beberapa hari. Sampai waktu yang belum bisa ditentukan lah. 

Monmaap, yang terakhir itu modus maknya yang pengen nyusulin papanya apa gimana? Heh?

Rabu, 30 September 2020

Day 3: A Memory

Bicara tentang kenangan, pasti akan saja ada air mata yang menggenang. Masih sangat jelas teringat, ketika ada seseorang datang ke rumah sore itu. Seseorang yang pada akhirnya kutahu bisa mengambil sebagian besar kebahagiaan masa remajaku. Seseorang yang berhasil membuat ibuku goncang dengan kata-kata dan perbuatannya. Seseorang yang membuatku mengerti bahwa hidup tak selalu enak, tak selalu nyaman. Seseorang yang pada akhirnya memberiku satu kenangan buruk yang ingin kulupakan. Namun... karenanya, aku bisa sedewasa ini sekarang.

Sungguh, aku sudah lupa bagaimana rupa perempuan itu. Lupa suaranya. Lupa namanya. Tapi, tak pernah sekali pun aku lupa bagaimana dia memperlakukan ibuku saat itu. Aku tak lupa caci makinya pada ibuku. Aku tak lupa wajah pasrah ibuku. Aku tak lupa segala kesusahan yang terjadi pada ibuku setelah sore itu.

Meninggalkan trauma? Tentu. Tapi, sekarang sudah bisa menerima. Tidak apa-apa kenangan itu tetap tinggal di kepala. Bahkan telah kusediakan ruang khusus untuknya. Setidaknya, ini yang akan menjadi pengingat bagiku untuk tidak menyakiti orang. Karena jika aku menyakiti orang, aku akan teringat wajah ibuku saat itu. Wajah yang begitu ku sayang, meski jarang sekali aku mampu mengungkapkan.

Sabtu, 19 September 2020

Day 2: Things That Makes You Happy

Jadi inget jaman kuliah dulu. Hampir tiap minggu, sepulang kuliah malam, sering nongkrong di angkringan dekat kampus bareng teman-teman. Di sana makan nasi kucing dan minum segelas kopi susu saset. Duduk di tikar beratapkan langit. Saling cerita dan ketawa. Rasanya happy banget.

Kalo bosan di angkringan, kita pindah tempat ke warung kopi klotok. Di sana, ya, cuma pesen segelas kopi doang. Bisa duduk lesehan hingga berjam-jam. Atau selonjoran aja di tangga depan Indoapril sambil ngemil es krim. Cerita-cerita sama teman sampai lupa waktu. Gitu juga udah senang.

Receh banget, ya, bahagiaku dulu? Emang sekarang gimana? Sekarang agak ribet, sih, haha... Gak, ding. Masih sama aja, kok. Masih sama recehnya. Udah jadi orang tua gini, masih happy juga kalo jajan es krim. Masih suka ngopi-ngopi susu. Masih seneng juga kalo diajakin nongkrong.

Cuma, ya, itu... Namanya hidup pasti bergerak. Yang pergerakannya paling cepat, ya, orang-orang di sekitar kita. Ada yang hanya berlalu-lalang. Ada yang datang untuk kemudian menghilang. Ada yang menitipkan sayang, lalu tergantikan. Ada yang mencintai dan menetap hingga mati. Dengan siapa pun yang ada, aku masih tetap bahagia ketika bisa menghabiskan banyak waktu bersama.

Bahagia memang tak melulu soal apa, tapi lebih penting dengan siapa.

Rabu, 16 September 2020

Selamat Tanggal 16 September

Hai, Mas!

First of all, I want to say 'Happy anniversary' baby.

Cieee... Udah 3 tahun aja ini aku dan kamu jadi kita. Cepet amat. Kayaknya ujian tahap 1 untuk mengenal dan nerima kamu apa adanya udah lulus, nih. Sekarang aku udah bisa mulai 'bodo amat' kalo kamu ngeluarin kata-kata ngawur. Kalo dulu awal-awal sering nangis. Kamu pasti tahu, kan? Iya, kan? Sekarang juga masih nangis, cuma kadang-kadang doang.

Terus... Makin sini makin ngerasa bersyukur sekali. Udahlah dikasih anak cakep dan pinter, ternyata dikasih sepaket pula sama papanya yang baik banget. Yang suka menolong, rajin menabung, kerja keras, dan sayang keluarga. Coba begini pas sekolah dulu, udah jadi siswa teladan pasti.

Meski masih suka keluar taring kalo lagi marah, ya udah lah ya. Semua orang lahir dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing.

It's ok if you are not perfect, so am I.

Aku kurangnya juga buanyak buanget. Belum bisa masak, belum bisa nemenin kamu terus-terusan, belum bisa ini itu banyak sekali. I'm so sorry. But one thing for sure, I really want to be the best partner for you throughout life. Uhuk.

Dan maaf juga kalo istri kesayanganmu ini masih sering ngambek. Ya, gimana, namanya juga sayang. Kalo gak ada ngambek-ngambeknya kan gak seru. Masak datar aja.. Ngantuk ntar kayak lewat jalan tol.

Next, I want to say thank you so much for everything. For all the love and effort. Icel and I are happy to have you in our life. We love you sooooo much.

Last but not least,

Semoga kita bersama selamanya, ya. Baik-baik berdua. Banyak rukun dan bahagianya.

Semoga Tuhan senantiasa menentramkan jiwa kita, memberi rejeki yang barokah, menitipkan keturunan yang soleh solehah, menyelamatkan kita di dunia dan akhirat. Amin...

Selasa, 15 September 2020

Day 1: Describe Your Personality

Gara-gara ada 30 days writing challenge lewat di TL, nih. Jadi pengen ikutan. Ya, lumayan buat latihan mikir lagi. Kayaknya udah lama ini otak gak berkerja dengan maksimal kwkwkw.

***

"Selama aku masih banyak cerita, selama aku masih suka ngomelin kamu, selama aku masih bisa nangis karenamu, itu artinya kamu masih penting buatku."

Sebagian orang di dunia ini memang begitu. Bisa jadi pendiam dan cerewet dalam satu waktu. Aku salah satunya. Aku orang yang cenderung pendiam jika berada di lingkungan baru. Tapi, kalau sudah kumpul dengan orang-orang lama di hidupku, aku bisa jadi manusia paling cerewet di antara mereka. Kuncinya bagiku adalah rasa nyaman. Jika aku merasa nyaman di dekatmu, aku bisa tidak berhenti bicara denganmu.

Ngomongin soal ngomel, aku orang yang males banget ngomel. Bagiku ngomel itu semacam buang-buang tenaga. Bikin capek. Jadi, kalo aku masih sering ngomelin kamu, kamu tahu artinya apa, kan? I am into you. I care for you. Yakali aku mau buang-buang tenaga buat orang yang gak aku sayang. Males banget. If you know me so well, ngomelku adalah ekspresi rasa sayangku ke kamu. 

Diomongin orang sekampung, EGP. Dikata-katain sama orang gak dikenal, EGP juga. Pokoknya kalo mereka yang suka komentarin hidupku itu gak ngasih efek apa-apa di hidupku, ya, EGP. Ngasih makan, gak. Sekolahin, gak. Beliin skincare, gak. Beliin pulsa, gak. Ngajak jalan-jalan juga gak. Tapi, kerjanya ngomentarin hidup mulu. Ya, udah diemin aja. Mungkin memang begitu cara mereka berbahagia, dengan mengusik kehidupan orang lain. Aku dan kamu bisa cari bahagia dengan cara berbeda. Yekannn...

Ya, gitu deh. Cuek banget diriku ini. Kecuali, lagi-lagi sama orang yang aku sayang. Aku gak bisa gak peduli sama kamu yang aku sayang. Semua tentang kamu, aku akan tahu. Semua kata dan perbuatanmu akan sangat mempengaruhi mood-ku. You'll be my mood booster and breaker at the same time. Aku akan senang gak keruan kalo kamu bikin aku Happy. Sebaliknya, aku juga bisa nangis berhari-hari kalo kamu bikin aku sakit hati.

Satu lagi, aku gak gampang ngobral air mata ke sembarang orang. Aku hanya akan nangis di depanmu. Di pelukmu. Kecuali, kalo nonton film, sih. Hoho.

Rabu, 26 Agustus 2020

Jodoh 5: Doa

Percayalah pada kekuatan doa. Apalagi doa yang berulang-ulang. Bukankah apa pun yang sekarang ada pada kita ini adalah hasil dari doa-doa di masa lalu? Itu juga yang ku lakukan ketika sedang meminta jodoh pada Tuhan. Berdoa seseringnya. Berdoa mohon yang sebaik-baiknya. Dan tentu dengan kesungguhan yang luar biasa.

Jauh sebelum ketemu Mas Anang, setiap harinya ku selalu berdoa. Selalu. Gak pernah alpha. Setiap hari mengulang doa yang sama. Kata yang sama. Semoga kelak dijodohkan dengan orang yang begini begini begini. Yang baik, yang sholeh, yang ganteng, yang kaya, dan lain sebagainya.

Gimana caranya supaya bisa mengucapkan doa yang sama secara konsisten? Tulis!

Tulis hal-hal yang diinginkan dalam selembar kertas. Sedetail mungkin. Tempel kertas di sudut yang sering terlihat oleh mata. Setiap kali melihat kertas tersebut, baca! Itu yang kulakukan. Gak cuma sebulan dua bulan kertas yang tertulis tentang bagaimana jodoh yang kuinginkan tertempel di lemari dekat kasur. Bertahun-tahun. Iya, selama bertahun-tahun aku merapalkan doa yang sama setiap harinya. Bertahun-tahun, sodara-sodara...

Lalu, apa semua yang tertulis di kertas itu ada pada Mas Anang sekarang? No. Tapi, aku berani bilang 80% yang kuminta, aku menemukannya di diri Mas Anang.

The power of praying.


***

Ini pertemuan kami yang ketiga dalam kurun waktu sepuluh hari. Kalau dirata-rata, berarti setiap tiga hari sekali kami bertemu. Lumayan sering lah untuk tahapan PDKT. Yang membuat berbeda di pertemuan kali ini adalah today is my day. Hari lahirku. Pas mau dijemput, gak ada pikiran apa pun tentang apa yang akan dia lakukan di hari ulang tahunku ini. Lha, gimana, orang ngakunya cinta, tapi dari pagi ngucapin selamat ulang tahun aja enggak. Segakromantis-romantisnya dia, masak ngucapin ulang tahun aja gak ada inisiatif. Lak yo aku dadi piye ngono to.

Kalau aku cinta sama orang, ini kalo aku, ya... Aku akan selalu jadi orang pertama yang ngucapin selamat ulang tahun ke dia. Akan selalu menjadi orang pertama yang ada kapan pun dia butuh. Dan akan menjadikan dia orang pertama yang tahu segalanya tentangku. Tapi, cara mengungkapkan rasa cinta setiap orang kan berbeda. Jadi, gak semua-muanya harus sama kayak aku atau kamu.

Balik lagi ke pertemuan. Di sore yang cerah, dia tiba. Langsung capcus. Psttt... Ternyata ada yang sedang berusaha ngasih surprise. Ketika buka pintu mobil, udah ada sebuket mawar merah di kursi penumpang. Mawar merah yang kapan lalu pernah jadi bahan obrolan. Eh, tahunya dikasih sama dia di hari ulang tahun. Seneng, sih, tapi tetep sok cool dong. Jaim.

Dulu gitu. Kode-kode aja dia udah nangkep. Udah peka mesti dieksekusi kayak gimana. Sekarang? Ya Rabb.. Aku minta tanpa tedeng aling-aling juga dicuekin aja. Alhasil kalo pengan kembang, mending beli sendiri. Daripada ngarep-ngarep, tapi gak dikasih-kasih. Kesel iya, capek juga. Kuncinya, if nobody treats you well, treat yourself very well. Gitu, ya, kawan-kawan yang senasib denganku.

Lanjut ke surprise berikutnya, ah. Pas di tempat makan tiba-tiba ada kue ulang tahun terbang. Eh, gak gitu, ding. Yang bener, ada mbak-mbak yang tiba-tiba datang dengan membawa kue ulang tahun sambil nyanyi lagu Happy Birthday. Ya Allah... ini awkward moment banget. Udah setua ini masih dikasih kejutan begitu. Tapi, seneng kok. Kalo dikasih surprise begitu lagi, aku gak mau.... gak mau nolak! Mas, kalo kamu baca, tolong ini digarisbawahi, ya!

Kejadian terakhir di hari ini yang lumayan bikin terkejut  yaitu saat sudah berada di rumah. Pas dianter pulang. Ini pertama kalinya ku ngajak dia masuk rumah. Di pertemuan-pertemuan sebelumnya, paling pol hanya sampai depan rumah. Cuma nurunin aja. Abis itu bye. Kali ini niat hati ingin mengenalkannya pada orang tua. Ben ora dibatin wae. Biar orang tua tahu selama sepuluh hari ini anaknya sering pergi sama siapa? Jadi, kalo ada tetangga yang gak enak omongannya, orang tuaku woles aja.

Singkat cerita mereka kenalan. Tentu, tanpa aku ikut campur dalam pembicaran antara calon mertua dan calon mantunya. Dari dalam kamar, samar-samar aku mendengar seorang lelaki muda berkata, "Pak, kulo niku ajeng serius kalih Dek Yuyun."

Ya Allah "Dek". Ini pertama dan terakhir kalinya Mas Anang manggil aku Dek. Pengen ketawa, tapi kok kasihan sama dia yang pasti sedang deg-degan di luar sana. kwkwkw....

BTW, Thankyou, ya, Mas.. Udah ngasih memori baik banget di hari ulang tahunku. Makasih untuk kado terindahnya. Berupa kehidupan bersama.


Selasa, 28 Juli 2020

Jodoh 4: Meminta

Pas masih muda ngebayangin kalo suatu saat akan dilamar oleh seseorang dengan cara yang sangat romantis. Lagi makan malam di sebuah restoran, dikasih cincin, ada backsound lagu-lagu cinta. Terus nanti ada fotografer tersembunyi yang mengabadikan moment. Pokoknya gitu deh. Pengen di-surprise-in seromatis-romantisnya pas lamaran.

Tapi... namanya juga hidup. Gak semua keinginan bisa terwujud. Alih-alih dilamar dengan seromantis itu, yang ada dapat suami yang gak ngerti gimana caranya romantis. Huft. Sebel apa seneng? Ya, ada sebelnya. Sebel banget kalo pas pengen diromantisin, tapi dianya gak respon. Senengnya, (biasanya) modelan cowok kaku macam ini gak mata keranjang. Gimana mau mata keranjang, ngegombal aja gak bisa.

***

Pertemuan pertama done. Lanjut, dong, ke pertemuan berikutnya. Pokoknya ketemuanya ngebut. Aji mumpung, pumpung dia di rumah. Dimanfaatkan baik-baik waktunya untuk saling mengenal. Kan niatnya memang ke jenjang pernikahan. Bukan cuma hore-hore pacaran.

Sama seperti di pertemuan sebelumnya, di pertemuan kali ini aku juga masih gak banyak omong. Masih berusaha men-screening makhluk yang ngajak jalan ini. Mengambil informasi dari dia sebanyak-banyaknya. Untuk kemudian diolah di otak, dan dikirim ke hati. Hallah... Ya, dong. Sebisa mungkin akalnya dipakai dulu, sebelum dikasih ijin masuk ke hati. Soalnya kalo sudah di hati, akal ini kadang-kadang udah susah diajak berpikir waras.

Lanjut cerita pertemuan. Jadi, waktu itu kita jalan sore-sore. Ngopi. Terus, abis itu makan. Gak ada perasaan apa pun saat itu. Semua berjalan kayak biasa aja. Kecuali, makanan yang aku pesan rasanya gak enak. Huhuhu. Sedih banget soal ini. Pesen makanan kesukaan, eh, rasanya ya-gitu-deh.

Lagi nyebelin makanan yang gak enak, eh, tiba-tiba ada suara lirih dari manusia yang duduk di sampingku. Lirih banget. Agak bergetar, "Mbak, kamu mau gak jadi ibu dari anak-anakku?"

Sumpah! Itu kalimat rasanya ngeri sekali. Gak ada romantis-romantisnya seperti yang pernah kubayangkan ketika muda dulu. Sengeri apa? Di cuaca yang dingin saat itu, tubuhku tiba-tiba terasa panas. Jantungku mendadak berdegup kencang. Kedua tanganku juga ikutan bergetar. Berasa lagi dipepet sama makhluk astral. Tapi, ya, tetep ku pura-pura terlihat baik-baik saja. Haha...

No! Gak langsung kujawab. Ogah lah. Lhawong dia ngomongnya aja lirih banget. Minta ambil alih hidup anak orang, tapi gak ada tegas-tegasnya. Ku minta ulang, dong. Harus jelas, sambil pegang tangan, dan natap mataku. Dalam hati ku membatin, "Kapok. Kukerjain."

Aku tahu kok. Saat itu, dia juga ngerasain yang kurasain. Lebih dari yang kurasain malah. Lebih deg-degan. Lebih khawatir. Lebih banyak butuh keberanian. Tapi, akhirnya dia ulang juga, "Mbak, kamu mau gak jadi ibu dari anak-anakku? Jadi istriku? Jadi duniaku? Menua bersamaku?"

Kujawab, "Insha Allah. Aku mau."

Udah. Gitu doang. Gak ada foto bareng, apalagi difotoin sama fotografer. Gak ada backsound lagu-lagu cinta, yang ada hanya suara kodok dan kawan-kawannya. Gak ada acara kasih cincin, adanya cuma dijajanin makan yang kebetulan gak enak. What kind of proposal is this?

Gak apa-apa. Ketika kubilang, "Aku mau," artinya, kumau menerima segalamu. Baik dan burukmu. Sehat dan sakitmu. Susah dan senangmu. Insha Allah.

Rabu, 19 Februari 2020

Jodoh 3: Bertemu

Tips buat teman-teman yang lagi pendekatan dengan seseorang. Sekali-kali cobalah cara ini untuk lebih saling mengenal satu sama lain. Adalah dengan saling bertukar informasi tentang hal-hal mendasar dalam diri masing-masing. Misalnya, saling bertukar daftar 10 hal yang disuka dan tidak disuka. Atau dengan saling menyebutkan kekurangan dan kelebihan masing-masing. Ini juga dibuat daftar biar lebih spesifik. Dan harus jujur.

Aku dulu begitu. Aku menyusun daftar hal-hal yang kusuka dan tak kusuka. Kutukar dengan daftar miliknya. Aku  menyebutkan kelebihan dan kekuranganku, pun dia. Ini dimaksudkan untuk tau sejauh mana dia mengenal dirinya sendiri. Kalo dia kenal dengan dirinya sendiri, menyebutkan kekurangan dan kelebihan dalam dirinya bukan perkara sulit, kok.
 
Kalo aku, agak-agak berlebihan soal ini. Kubilang kalo diriku ini tak bisa memasak, pemalas, jarang  mengerjakan pekerjaan rumah, padahal, ya... memang begitu adanya kwkwkw. Pokoknya gambarkan diri sejelek-jeleknya, kalo dia masih oke, ya baguslah. Kalo dia menyerah gara-gara ini, ya udah, bye. Seseorang yang tak mau menerimamu saat kamu jelek, buruk, bulukan, bau, malas ngapa-ngapain, pengennya rebahan saja, sesungguhnya dia tak layak ada di saat-saat terbaikmu. Gitu...

Atau bisa juga dengan mengatakan sesuatu yang ‘gak baik’ menurut khalayak, tapi kita melakukan. Misal, soal tattoan yang kukatakan kemarin. Ku hanya ingin tau reaksinya. Ingin tau seterbuka apa pikirannya terhadap hal-hal yang dianggap ‘gak baik’ oleh banyak orang.

Karena sungguh aku tak akan memilih lelaki yang judgemental. Yang intoleransi. Yang pikirannya tak seterbuka itu. Dan yang tidak bertanggung jawab.

***

Akhirnya pulang juga dia. Tepat di bulan April 2017. Ngepasin sama bulan ulang tahunku, mungkin. Mau kasih kejutan atau apa gitu, mungkin. Biar dikira romantis. Soalnya di antara 10 hal yang kusuka yang pernah kutulis untuknya, salah satunya adalah, kusuka dengan lelaki romantis. Kalo beneran begitu, nice try lah.

Dan sore itu kita janjian ketemu. Di kepalaku ini tak punya banyak bayangan tentang dia. Yang kuingat hanya wajah maskulin dan kulit gelapnya. Oh, dan tentu saja lagu yang pernah dia nyanyikan semasa SMP dulu. Lagu apa itu? Lagu Madu dan Racun yang liriknya diganti dengan semangat kepramukaan. Nakal-nakal gitu, dia anak pramuka juga.

Di pertemuan pertama, ku tidak banyak omong. Rasanya masih awkward. Di benak ini masih yang, “Hei, kok bisa, sih? Kok kamu? Beneran ini kita ketemu dengan tawaran rencana masa depan? Serius?” ya begitulah.

Ada beberapa hal yang lumayan mengesankan di pertemuan pertama ini. Terutama, tentang caranya memperlakukanku. Sangat manis. Untuk ukuran orang yang baru sekali bertemu, dia memperlakukanku dengan sangat baik. Meanwhile, aku tidak sebaik itu ke dia waktu dulu.

Mas, tolong, Mas. Kalo kamu ingat bagaimana manisnya kamu dulu ke aku, jangan cuma cengar cengir. Tetaplah semanis itu, niscaya mamanya anakmu ini akan menjadi wanita yang paling bahagia. Masih ingat, kan, gimana kamu mengantarjemputku hingga ke depan pintu restoran, agar aku tak kehujanan? Masih ingat saat kamu membukakan pintu mobil untukku pas mau turun? Masih ingat juga kalo pengen ngerokok, kamu menjauh dariku, karena tau aku tak suka asap rokok? Kuharap, kamu tetap semanis ini hingga kita tua nanti. Tetap menggandeng tanganku saat kita jalan. Tetap memelukku saat aku sedang tak baik-baik saja. Tetap sering-sering bilang cinta. 

Setelah menampilkan kesan baik dengan sikapnya yang manis, selanjutnya dia memberi penjelasan kenapa beberapa kali menunda kepulangannya. Hal ini sempat membuatku berpikir bahwa dia tidak serius. Lha kalo beneran serius lak yo ndang buktikan dengan segera menampakkan diri, bukan cuma speak-speak aja. Kalo sekadar speak-speak aja, penyiar radio jagonya.

Jadi, apa alasannya? Sebentar, kuceritakan kronologisnya dulu. Jadi, seringkali dia menawariku mau minta apa? Mau dibelikan apa? Lagi butuh apa? Dan diriku yang kampungan ini selalu tak punya jawaban atas tawaran-tawaran itu. Bukannya gak butuh apa-apa, tapi diri ini merasa gak pantes menerima ini itu dari orang yang baru saja dekat, yang ketemu saja belum pernah. Sebagai perempuan jawa, lak mesti ono rikuh pekewuhe.

Tapi, dasar Leo yang keras kepala, dia tetep maksa. Ya, udah, sekalian ngetes lagi aja. Sejauh mana usahanya untuk mewujudkan keinginanku? Kebetulan saat itu aku lagi pengen banget buku Harry Potter lengkap. Seri 1 sampai 7. Akhirnya minta tolong ke dia buat nyariin buku-buku itu. Kubilang, kalo beneran mau serius, harus dapat buku-bukunya. Gak boleh gak. Kayaknya nyarinya mayan susah, sih. Soalnya waktu itu di toko buku udah gak ada. Kalo pun ada, pasti juga gak lengkap.

Panjang cerita setelah mendaki gunung lewati lembah arungi samudra nyebrang sungai jalan berkilo-kilo, akhirnya dia berhasil. Setelah buku-buku itu ada di tangan, dia baru berani pulang. Begitulah. Saat pulang, dia tidak hanya membawa harapannya sendiri, tapi bersamanya ada keinginanku yang diwujudkan. Benar-benar ingin membuktikan bahwa dia serius terhadap segala apa yang dikatakannya selama ini. Sangat serius.

Di pertemuan pertama ini, ku sangat menghargai segala usahanya. Sangat berterima kasih atas semua yang dia upayakan. Saat itu aku melihatnya sebagai lelaki baik. Lelaki yang bisa memperlakukanku dengan baik.

Iyalah, Mbak. Namaya juga lagi usaha. Pasti memberi kesan sebaik mungkin, biar Mbaknya terpikat. Gitu aja gak ngerti.

Sabtu, 15 Februari 2020

Jodoh 2: Mendekat

Kedatangan Mas Anang adalah berkah. Kok? Jadi, cerita dikit, nih. Sebelum kedatangannya, ku sempat dijodohkan dengan seseorang yang kutak suka. Tentu saja kutolak. Dan ini sempat membuat hubunganku dengan orang tua menegang.

Ya, aku mengerti perasaan orang tuaku. Mereka hanya ingin yang terbaik untuk anak gadisnya yang hingga menginjak usia kepala tiga masih sendiri saja. Tapi… aku juga bukan tipe anak manis yang iya-iya aja sama semua pilihan orang tua. Sebagai manusia merdeka, ku juga punya keinginan, punya pilihan. Apalagi ini perkara memilih pasangan hidup yang konsekuensi dari pilihannya akan dijalani seumur hidup. Yang untuknya aku akan mencurahkan seluruh waktu, tenaga, pikiran, dan perasaan. Yang darinya aku akan punya keturunan. Yang dengannya aku akan menjalani hari tua bersama. Aku gak bisa ngebayangin aja menjalani hidup dengan orang yang sedari awal sudah tidak ku suka.

Dan kehadiran Mas Anang  seperti mengakhiri drama panjang perjodohan ini. Thanks, Mas. Kamu datang tepat waktu.

***

Sejak sapaan di inbox facebook waktu itu, papanya anakku ini mulai meluncurkan jurus-jurus pendekatan. Pendekatan jarak jauh. Posisi kita memang gak sekota. Ku di sini, dia jauh di Bogor sana. Kalo alamat di KTP, sih, deketan. Deket banget. Jarak antara rumahku dan rumahnya gak lebih dari 2 km.

Ribet gak tuh pendekatan jarak jauh? Entah. Nanti, deh, kutanyakan sama dia. Kalo aku sebagai pihak yang didekati, sih, biasa aja kwkwkw...

Seingatku, dia intens banget ngubungin tiap hari. Pagi sore malem kirim pesan mulu. Standar orang-orang kalo lagi PDKT lah. Aku, waktu itu masih jual mahal. Bales pesannya kalo sempat doang. Atau kalo mood aja. Kalo dipikir-pikir kok jahat, ya kwkwkw...

Ya, gimana? Sebagai seorang perempuan yang udah berkali-kali mengalami patah hati, aku kan juga harus jaga diri dan hati. Ora angger. Lagian secara usia, ku juga tak lagi belia. Sudah saatnya menemukan atau ditemukan oleh seseorang yang serius, gak cuma main-main aja. Dan tentunya seseorang yang kuklik juga dengannya.

Sedari awal, dia sudah menyatakan ingin serius. Sempat mikir, ini orang gila apa gimana? Ketemu belum pernah, udah PD mau serius aja. Nanti kalo pas ketemu dan aku gak sesuai dengan ekspektasinya, lak yo malah masalah. Menimbulkan kekecewaan dan berujung tidak baik pada sebuah hubungan. Atau ini orang hanya pasang umpan saja? Semua gadis diajak serius, yang mana yang nyantol duluan diajakin serius beneran gitu.

Auk, ah..

Yang pasti semakin hari, intensitas chatting kita semakin bertambah. Dari situ, ku berlahan mulai mengenali karakternya. Tentang dia yang perhatian. Dia yang tidak suka nge-judge. Dia yang open minded. Dia yang bertanggung jawab. Dan dia yang sangat wagu dalam menunjukkan perasaannya.

Hallah, Mbak, baru ngobrol aja udah menarik kesimpulan, sih? Ehm... Jadi, begini...

Suatu waktu ku pernah bilang ke dia, kalo aku tattoan. Tentu saja ini pernyataan yang mengada-ada. Diada-adakan hanya untuk mengetesnya. Pada bagian ini dia lulus. Dia tidak mempermasalahkan perihal aku tattoan, aku ngerokok, atau bahkan aku mabok. Dari sini kutau kalo dia tidak suka nge-judge.

Suatu waktu lagi ku pernah bilang ke dia, kalo sudah nikah nanti aku mau berenti kerja. lagi-lagi hanya sebuah pernyataan yang diada-adakan. Karena, sungguh kutak ada niat berenti kerja setelah menikah. Di bagian ini dia lulus juga. Dia oke-oke saja dengan aku kerja atau tidak setelah menikah nanti. Dia malah bilang, "Gapapa. Setelah menikah, susah senangmu kan tanggung jawabku." Bhaiq... sampai di sini paham, kan, kenapa aku bilang dia bertanggung jawab?

Lalu, bagaimana bisa tau kalo dia perhatian? Kan dia jauh. Masak, ya, Mbaknya percaya sama kata-kata tanpa tindakan dari seorang lelaki yang berada  nun jauh di sana.

Ini pada suatu waktu lagi. Ku pernah sakit. Gak parah, tapi lumayan mengganggu. Mengganggu kesehatan fisik, psikis, dan tentu saja isi dompet. Beberapa kali ku harus ke dokter untuk memastikan bahwa telinga kiri yang kukeluhkan ini baik-baik saja. Ku yang berobat santai saja, dia yang jauh di sana berisik terus. Sampai mau ngasih biaya pengobatan. Ya Rabb.. dipikirnya ku gak punya cukup uang untuk membiayai hidup apa gimana? Huh. Tapi, dari sini ku jadi tau kalo dia seperhatian itu.

Oh, dan tentu saja aku stalking akun sosial medianya. Untuk sekadar tau tentang pergaulan dan pemikirannya. Sebagai tambahan bahan pertimbangan kwkwkw...

Sampai di sini sudah yakin sama keseriusannya? Tentu saja belum. Tidak semudah itu, Ferguso. Pokoknya kalo dia belum menampakkan diri di depanku, aku masih menganggap bahwa niatnya hanya sebuah niat. Kalo beneran serius, tolong ya, tampakkan diri anda di depan saya. Jangan hanya berkata-kata.

Dan setelah beberapa kali dia gagal untuk menampakkan diri, akhirnya di bulan April 2017, dia muncul juga. Apa yang terjadi setelahnya? Nanti lah, akan kuceritakan.

Kamis, 13 Februari 2020

Jodoh 1: Kenalan

Jodoh itu ya gitu. Ga disangka, ga dinyana, tau-tau datang gitu aja. Pun pas aku ketemu sama papanya anakku ini, be like, ”Lhah.. kok kamu? Ngapain gak dari dulu? Ngapain harus ngilang sekian tahun, baru nongol lagi? Ngapain susah-susah jatuh cinta, lalu patah hati berkali-kali? Kan capekkk.”

Swear! Aku tu gak nyangka banget kalo bakal berjodoh sama lelaki ini. Lelaki yang pas jaman SMP dulu terkenal karena nakalnya. Karena tengilnya. Iya, sih, aku sempat ngefans sama dia, soalnya dia pinter main gitar. Cuma sebatas ngefans doang. Jatuh sukanya, sih, sama orang lain.

Dulu, kita juga hanya sekadar saling tau. Owh... ini si ini, ini si itu. Boro-boro kenal dekat, saling sapa aja kita gak pernah. Nah, habis lulus SMP, baru kita beberapa kali sapaan pas ketemu di jalan. Pas sama-sama nunggu angkot pulang sekolah. Atau pas dia ikut temen-temenku jemput aku. Selebihnya, ga ada apa-apa. Gak pake rasa.

Selepas SMA kayaknya udah sama-sama sibuk dengan kehidupan masing-masing. Aku dengan hidupku di sini. Dia dengan hidupnya di sana yang ku gak tau di mana dia berada. Dan memang gak pengen tau. Ya gimana pengen tau, lha wong keinget pernah kenal sama dia aja gak.

Hingga sekitar sepuluh tahun kemudian, aku dan dia diketemukan (oleh takdir) di sebuah acara. Ku ada undangan kondangan ke adiknya. Niatku, ya, cuma kondangan. Ketemu manten, abis itu pulang. Gak taunya diajak ngobrol sama dia. Lama banget. Mungkin jiwa Leo-nya bergejolak. Gak bisa gak tebar pesona ke mbak-mbak yang lagi sendirian. Terus, di akhir obrolan dia ninggalin nomor HP. Nomor HP yang sungguh tiada guna, karena meski kusimpan di daftar kontak, tapi tak pernah kuhubungi sama sekali.

Setelahnya, aku kembali sibuk dengan kehidupanku. Pun dia, tentunya kembali sibuk dengan kehidupannya.

Hingga Juli tahun 2016 dia menghubungiku lagi. Kali ini lewat inbox facebook. Bisa jadi karena dia nerima wangsit usai pulang kampung pas lebaran. Konon ceritanya, dia dapat masukan dari adik dan ibunya untuk memperistriku. Sungguh, calon mantu yang sangat beruntung, sudah dapat dukungan dari calon mertua dan calon adik ipar sebelum diperkenalkan.



Ya Tuhan kok aku awalnya jahat banget, sih. Itu dia inbox dari bulan Juni, baru kubalas bulan Juli :)

Demikian cerita awal gimana aku dan papanya anakku ini bisa ketemu. Bisa dekat. Lalu, menikah dan punya anak. Lain kali, akan kuceritakan lagi bagaimana perjuangannya di masa-masa PDKT dan caper ke mamanya Icel ini.