Rabu, 19 Februari 2020

Jodoh 3: Bertemu

Tips buat teman-teman yang lagi pendekatan dengan seseorang. Sekali-kali cobalah cara ini untuk lebih saling mengenal satu sama lain. Adalah dengan saling bertukar informasi tentang hal-hal mendasar dalam diri masing-masing. Misalnya, saling bertukar daftar 10 hal yang disuka dan tidak disuka. Atau dengan saling menyebutkan kekurangan dan kelebihan masing-masing. Ini juga dibuat daftar biar lebih spesifik. Dan harus jujur.

Aku dulu begitu. Aku menyusun daftar hal-hal yang kusuka dan tak kusuka. Kutukar dengan daftar miliknya. Aku  menyebutkan kelebihan dan kekuranganku, pun dia. Ini dimaksudkan untuk tau sejauh mana dia mengenal dirinya sendiri. Kalo dia kenal dengan dirinya sendiri, menyebutkan kekurangan dan kelebihan dalam dirinya bukan perkara sulit, kok.
 
Kalo aku, agak-agak berlebihan soal ini. Kubilang kalo diriku ini tak bisa memasak, pemalas, jarang  mengerjakan pekerjaan rumah, padahal, ya... memang begitu adanya kwkwkw. Pokoknya gambarkan diri sejelek-jeleknya, kalo dia masih oke, ya baguslah. Kalo dia menyerah gara-gara ini, ya udah, bye. Seseorang yang tak mau menerimamu saat kamu jelek, buruk, bulukan, bau, malas ngapa-ngapain, pengennya rebahan saja, sesungguhnya dia tak layak ada di saat-saat terbaikmu. Gitu...

Atau bisa juga dengan mengatakan sesuatu yang ‘gak baik’ menurut khalayak, tapi kita melakukan. Misal, soal tattoan yang kukatakan kemarin. Ku hanya ingin tau reaksinya. Ingin tau seterbuka apa pikirannya terhadap hal-hal yang dianggap ‘gak baik’ oleh banyak orang.

Karena sungguh aku tak akan memilih lelaki yang judgemental. Yang intoleransi. Yang pikirannya tak seterbuka itu. Dan yang tidak bertanggung jawab.

***

Akhirnya pulang juga dia. Tepat di bulan April 2017. Ngepasin sama bulan ulang tahunku, mungkin. Mau kasih kejutan atau apa gitu, mungkin. Biar dikira romantis. Soalnya di antara 10 hal yang kusuka yang pernah kutulis untuknya, salah satunya adalah, kusuka dengan lelaki romantis. Kalo beneran begitu, nice try lah.

Dan sore itu kita janjian ketemu. Di kepalaku ini tak punya banyak bayangan tentang dia. Yang kuingat hanya wajah maskulin dan kulit gelapnya. Oh, dan tentu saja lagu yang pernah dia nyanyikan semasa SMP dulu. Lagu apa itu? Lagu Madu dan Racun yang liriknya diganti dengan semangat kepramukaan. Nakal-nakal gitu, dia anak pramuka juga.

Di pertemuan pertama, ku tidak banyak omong. Rasanya masih awkward. Di benak ini masih yang, “Hei, kok bisa, sih? Kok kamu? Beneran ini kita ketemu dengan tawaran rencana masa depan? Serius?” ya begitulah.

Ada beberapa hal yang lumayan mengesankan di pertemuan pertama ini. Terutama, tentang caranya memperlakukanku. Sangat manis. Untuk ukuran orang yang baru sekali bertemu, dia memperlakukanku dengan sangat baik. Meanwhile, aku tidak sebaik itu ke dia waktu dulu.

Mas, tolong, Mas. Kalo kamu ingat bagaimana manisnya kamu dulu ke aku, jangan cuma cengar cengir. Tetaplah semanis itu, niscaya mamanya anakmu ini akan menjadi wanita yang paling bahagia. Masih ingat, kan, gimana kamu mengantarjemputku hingga ke depan pintu restoran, agar aku tak kehujanan? Masih ingat saat kamu membukakan pintu mobil untukku pas mau turun? Masih ingat juga kalo pengen ngerokok, kamu menjauh dariku, karena tau aku tak suka asap rokok? Kuharap, kamu tetap semanis ini hingga kita tua nanti. Tetap menggandeng tanganku saat kita jalan. Tetap memelukku saat aku sedang tak baik-baik saja. Tetap sering-sering bilang cinta. 

Setelah menampilkan kesan baik dengan sikapnya yang manis, selanjutnya dia memberi penjelasan kenapa beberapa kali menunda kepulangannya. Hal ini sempat membuatku berpikir bahwa dia tidak serius. Lha kalo beneran serius lak yo ndang buktikan dengan segera menampakkan diri, bukan cuma speak-speak aja. Kalo sekadar speak-speak aja, penyiar radio jagonya.

Jadi, apa alasannya? Sebentar, kuceritakan kronologisnya dulu. Jadi, seringkali dia menawariku mau minta apa? Mau dibelikan apa? Lagi butuh apa? Dan diriku yang kampungan ini selalu tak punya jawaban atas tawaran-tawaran itu. Bukannya gak butuh apa-apa, tapi diri ini merasa gak pantes menerima ini itu dari orang yang baru saja dekat, yang ketemu saja belum pernah. Sebagai perempuan jawa, lak mesti ono rikuh pekewuhe.

Tapi, dasar Leo yang keras kepala, dia tetep maksa. Ya, udah, sekalian ngetes lagi aja. Sejauh mana usahanya untuk mewujudkan keinginanku? Kebetulan saat itu aku lagi pengen banget buku Harry Potter lengkap. Seri 1 sampai 7. Akhirnya minta tolong ke dia buat nyariin buku-buku itu. Kubilang, kalo beneran mau serius, harus dapat buku-bukunya. Gak boleh gak. Kayaknya nyarinya mayan susah, sih. Soalnya waktu itu di toko buku udah gak ada. Kalo pun ada, pasti juga gak lengkap.

Panjang cerita setelah mendaki gunung lewati lembah arungi samudra nyebrang sungai jalan berkilo-kilo, akhirnya dia berhasil. Setelah buku-buku itu ada di tangan, dia baru berani pulang. Begitulah. Saat pulang, dia tidak hanya membawa harapannya sendiri, tapi bersamanya ada keinginanku yang diwujudkan. Benar-benar ingin membuktikan bahwa dia serius terhadap segala apa yang dikatakannya selama ini. Sangat serius.

Di pertemuan pertama ini, ku sangat menghargai segala usahanya. Sangat berterima kasih atas semua yang dia upayakan. Saat itu aku melihatnya sebagai lelaki baik. Lelaki yang bisa memperlakukanku dengan baik.

Iyalah, Mbak. Namaya juga lagi usaha. Pasti memberi kesan sebaik mungkin, biar Mbaknya terpikat. Gitu aja gak ngerti.

Sabtu, 15 Februari 2020

Jodoh 2: Mendekat

Kedatangan Mas Anang adalah berkah. Kok? Jadi, cerita dikit, nih. Sebelum kedatangannya, ku sempat dijodohkan dengan seseorang yang kutak suka. Tentu saja kutolak. Dan ini sempat membuat hubunganku dengan orang tua menegang.

Ya, aku mengerti perasaan orang tuaku. Mereka hanya ingin yang terbaik untuk anak gadisnya yang hingga menginjak usia kepala tiga masih sendiri saja. Tapi… aku juga bukan tipe anak manis yang iya-iya aja sama semua pilihan orang tua. Sebagai manusia merdeka, ku juga punya keinginan, punya pilihan. Apalagi ini perkara memilih pasangan hidup yang konsekuensi dari pilihannya akan dijalani seumur hidup. Yang untuknya aku akan mencurahkan seluruh waktu, tenaga, pikiran, dan perasaan. Yang darinya aku akan punya keturunan. Yang dengannya aku akan menjalani hari tua bersama. Aku gak bisa ngebayangin aja menjalani hidup dengan orang yang sedari awal sudah tidak ku suka.

Dan kehadiran Mas Anang  seperti mengakhiri drama panjang perjodohan ini. Thanks, Mas. Kamu datang tepat waktu.

***

Sejak sapaan di inbox facebook waktu itu, papanya anakku ini mulai meluncurkan jurus-jurus pendekatan. Pendekatan jarak jauh. Posisi kita memang gak sekota. Ku di sini, dia jauh di Bogor sana. Kalo alamat di KTP, sih, deketan. Deket banget. Jarak antara rumahku dan rumahnya gak lebih dari 2 km.

Ribet gak tuh pendekatan jarak jauh? Entah. Nanti, deh, kutanyakan sama dia. Kalo aku sebagai pihak yang didekati, sih, biasa aja kwkwkw...

Seingatku, dia intens banget ngubungin tiap hari. Pagi sore malem kirim pesan mulu. Standar orang-orang kalo lagi PDKT lah. Aku, waktu itu masih jual mahal. Bales pesannya kalo sempat doang. Atau kalo mood aja. Kalo dipikir-pikir kok jahat, ya kwkwkw...

Ya, gimana? Sebagai seorang perempuan yang udah berkali-kali mengalami patah hati, aku kan juga harus jaga diri dan hati. Ora angger. Lagian secara usia, ku juga tak lagi belia. Sudah saatnya menemukan atau ditemukan oleh seseorang yang serius, gak cuma main-main aja. Dan tentunya seseorang yang kuklik juga dengannya.

Sedari awal, dia sudah menyatakan ingin serius. Sempat mikir, ini orang gila apa gimana? Ketemu belum pernah, udah PD mau serius aja. Nanti kalo pas ketemu dan aku gak sesuai dengan ekspektasinya, lak yo malah masalah. Menimbulkan kekecewaan dan berujung tidak baik pada sebuah hubungan. Atau ini orang hanya pasang umpan saja? Semua gadis diajak serius, yang mana yang nyantol duluan diajakin serius beneran gitu.

Auk, ah..

Yang pasti semakin hari, intensitas chatting kita semakin bertambah. Dari situ, ku berlahan mulai mengenali karakternya. Tentang dia yang perhatian. Dia yang tidak suka nge-judge. Dia yang open minded. Dia yang bertanggung jawab. Dan dia yang sangat wagu dalam menunjukkan perasaannya.

Hallah, Mbak, baru ngobrol aja udah menarik kesimpulan, sih? Ehm... Jadi, begini...

Suatu waktu ku pernah bilang ke dia, kalo aku tattoan. Tentu saja ini pernyataan yang mengada-ada. Diada-adakan hanya untuk mengetesnya. Pada bagian ini dia lulus. Dia tidak mempermasalahkan perihal aku tattoan, aku ngerokok, atau bahkan aku mabok. Dari sini kutau kalo dia tidak suka nge-judge.

Suatu waktu lagi ku pernah bilang ke dia, kalo sudah nikah nanti aku mau berenti kerja. lagi-lagi hanya sebuah pernyataan yang diada-adakan. Karena, sungguh kutak ada niat berenti kerja setelah menikah. Di bagian ini dia lulus juga. Dia oke-oke saja dengan aku kerja atau tidak setelah menikah nanti. Dia malah bilang, "Gapapa. Setelah menikah, susah senangmu kan tanggung jawabku." Bhaiq... sampai di sini paham, kan, kenapa aku bilang dia bertanggung jawab?

Lalu, bagaimana bisa tau kalo dia perhatian? Kan dia jauh. Masak, ya, Mbaknya percaya sama kata-kata tanpa tindakan dari seorang lelaki yang berada  nun jauh di sana.

Ini pada suatu waktu lagi. Ku pernah sakit. Gak parah, tapi lumayan mengganggu. Mengganggu kesehatan fisik, psikis, dan tentu saja isi dompet. Beberapa kali ku harus ke dokter untuk memastikan bahwa telinga kiri yang kukeluhkan ini baik-baik saja. Ku yang berobat santai saja, dia yang jauh di sana berisik terus. Sampai mau ngasih biaya pengobatan. Ya Rabb.. dipikirnya ku gak punya cukup uang untuk membiayai hidup apa gimana? Huh. Tapi, dari sini ku jadi tau kalo dia seperhatian itu.

Oh, dan tentu saja aku stalking akun sosial medianya. Untuk sekadar tau tentang pergaulan dan pemikirannya. Sebagai tambahan bahan pertimbangan kwkwkw...

Sampai di sini sudah yakin sama keseriusannya? Tentu saja belum. Tidak semudah itu, Ferguso. Pokoknya kalo dia belum menampakkan diri di depanku, aku masih menganggap bahwa niatnya hanya sebuah niat. Kalo beneran serius, tolong ya, tampakkan diri anda di depan saya. Jangan hanya berkata-kata.

Dan setelah beberapa kali dia gagal untuk menampakkan diri, akhirnya di bulan April 2017, dia muncul juga. Apa yang terjadi setelahnya? Nanti lah, akan kuceritakan.

Kamis, 13 Februari 2020

Jodoh 1: Kenalan

Jodoh itu ya gitu. Ga disangka, ga dinyana, tau-tau datang gitu aja. Pun pas aku ketemu sama papanya anakku ini, be like, ”Lhah.. kok kamu? Ngapain gak dari dulu? Ngapain harus ngilang sekian tahun, baru nongol lagi? Ngapain susah-susah jatuh cinta, lalu patah hati berkali-kali? Kan capekkk.”

Swear! Aku tu gak nyangka banget kalo bakal berjodoh sama lelaki ini. Lelaki yang pas jaman SMP dulu terkenal karena nakalnya. Karena tengilnya. Iya, sih, aku sempat ngefans sama dia, soalnya dia pinter main gitar. Cuma sebatas ngefans doang. Jatuh sukanya, sih, sama orang lain.

Dulu, kita juga hanya sekadar saling tau. Owh... ini si ini, ini si itu. Boro-boro kenal dekat, saling sapa aja kita gak pernah. Nah, habis lulus SMP, baru kita beberapa kali sapaan pas ketemu di jalan. Pas sama-sama nunggu angkot pulang sekolah. Atau pas dia ikut temen-temenku jemput aku. Selebihnya, ga ada apa-apa. Gak pake rasa.

Selepas SMA kayaknya udah sama-sama sibuk dengan kehidupan masing-masing. Aku dengan hidupku di sini. Dia dengan hidupnya di sana yang ku gak tau di mana dia berada. Dan memang gak pengen tau. Ya gimana pengen tau, lha wong keinget pernah kenal sama dia aja gak.

Hingga sekitar sepuluh tahun kemudian, aku dan dia diketemukan (oleh takdir) di sebuah acara. Ku ada undangan kondangan ke adiknya. Niatku, ya, cuma kondangan. Ketemu manten, abis itu pulang. Gak taunya diajak ngobrol sama dia. Lama banget. Mungkin jiwa Leo-nya bergejolak. Gak bisa gak tebar pesona ke mbak-mbak yang lagi sendirian. Terus, di akhir obrolan dia ninggalin nomor HP. Nomor HP yang sungguh tiada guna, karena meski kusimpan di daftar kontak, tapi tak pernah kuhubungi sama sekali.

Setelahnya, aku kembali sibuk dengan kehidupanku. Pun dia, tentunya kembali sibuk dengan kehidupannya.

Hingga Juli tahun 2016 dia menghubungiku lagi. Kali ini lewat inbox facebook. Bisa jadi karena dia nerima wangsit usai pulang kampung pas lebaran. Konon ceritanya, dia dapat masukan dari adik dan ibunya untuk memperistriku. Sungguh, calon mantu yang sangat beruntung, sudah dapat dukungan dari calon mertua dan calon adik ipar sebelum diperkenalkan.



Ya Tuhan kok aku awalnya jahat banget, sih. Itu dia inbox dari bulan Juni, baru kubalas bulan Juli :)

Demikian cerita awal gimana aku dan papanya anakku ini bisa ketemu. Bisa dekat. Lalu, menikah dan punya anak. Lain kali, akan kuceritakan lagi bagaimana perjuangannya di masa-masa PDKT dan caper ke mamanya Icel ini.