Rabu, 31 Juli 2013

Kick Andy [Fitra Bhakti] Show

Semarang, 26 Juli 2013

Hari ini julukan “the lucky person” menempel lagi padaku. Entahlah, ini keberuntungan atau kebetulan? Jika kebetulan itu ada. Karena buatku tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Semua sudah diatur oleh Sang Maha Pengatur.

Di sebuah acara, aku bertemu dengan salah seorang yang ku segani di dunia pertelevisian Indonesia. Andy F. Noya. Iya, yang presenter acara Kick Andy Show itu. Dia berbiacara di depanku, dengan jarak kurang dari 5 meter. Dia duduk dengan selisih 4 kursi di sebelah kananku.

Sambutan dari Andy F. Noya
Sebenarnya, aku tidak terlalu paham siapa dia? Yang aku tahu, dia hanya presenter sebuah acara yang bisa memberi inspirasi kepada banyak orang, I think. Tapi setelah mendengar dia berbicara secara langsung di depanku. Ternyata orangnya sangat humble dan kindly. And i feel so blessed, bisa bertemu dengannnya.

Perwakilan dari teman-teman Rumah Unyil
Sudah, sudah. sudah dulu tentang curhat itu. Sekarang aku mau beralih ke SD Fitra Bhakti yang kemarin mengadakan hajat kecil-kecilan sebagai bentuk syukur atas diresmikannya perpustakaan baru di sana. 

SD Fitra Bhakti, sebagaimana yang kita tahu adalah SD Islam dengan kondisi yang sangat terbatas. Mungkin bagi teman-teman Rumah Unyil yang pernah singgah ke sana, akan tahu sememprihatinkan apa keadaan di sana? Dari ruang kelas yang menurutku jauh dari layak. Sarana dan prasarana yang jauh dari memadai. Sangat kontras dengan sekolah tempat di mana aku bekerja.

Namun, aku dengan senang hati akan mengacungkan dua jempol untuk para peserta didik dan pendidik di SD tersebut. Karena dengan segala keterbatasan yang ada, tidak menyurutkan semangat dan kerja keras mereka untuk meraih prestasi-prestasi yang membanggakan. Bahkan lebih dari sekolah-sekolah dengan status negeri di daerahku.

Dan kemarin tim dari Kick Andy Foundation yang bekerja sama dengan Superindo cabang Semarang hadir, untuk meresmikan perpustakaan baru tersebut. Perpustakaan SD Fitra Bhakti ini merupakan hasil sumbangan dari Kick Andy Foundation. Pembangunannya dimulai sejak 4 bulan yang lalu. Dengan kucuran dana yang dihasilkan dari pengumpulan uang receh para pengunjung Superindo. Dana tersebut terkumpul sekitar 1,2 M sekian –jumlah persisnya lupa–. Kemudian dana itu digunakan untuk membantu anak-anak atau sekolah-sekolah yang memang memerlukan bantuan. Tentu saja, ada tim khusus yang sengaja dikirim untuk melakukan observasi terlebih dahulu, sebelum dana tersebut dikucurkan.

Peresmian Perpustakaan SD Fitra Bhakti
Selain meresmikan Perpustakaan SD Fitra Bhakti, Kick Andy Foundation juga membagikan sepatu untuk para peserta didik. Kegiatan ini dinamai “Sepatu Untuk Anak Indonesia”. Terinspirasi dari sebuah buku yang berjudul “Sepatu Dahlan”. Yang mengisahkan tentang seorang Dahlan Iskan kecil yang bersekolah tanpa memakai sepatu. Untuk info lebih lanjut bisa klik di sini.

Melihat dengan dekat kegiatan Kick Andy Foundation ini membuatku bermimpi. Suatu saat, aku juga ingin melakukan hal sama seperti yang mereka lakukan. Bahkan kalau bisa lebih. Ke depannya, aku sangat berharap, kita –aku dan teman-teman dari Rumah Unyil, atau sipapun yang ingin berbagi– bisa berbagi lebih banyak lagi dengan mereka yang membutuhkan. Kita, sama-sama belajar menumbuhkan sense of giving dari dalam diri kita masing-masing. Aku percaya, untuk punya rasa itu, kita tidak harus menunggu kaya raya. Kita hanya perlu melakukan hal-hal yang bermanfaat lebih banyak lagi.

Selasa, 23 Juli 2013

Barcelona, First Day

Jadi sebenarnya, ini adalah kelanjutan dari postingan sebelumnya, yang Oleh-oleh Dari Barcelona itu. Sudah agak-agak telat sih –bukan– maksud saya, sudah telat parah hehe.. Tapi yang namanya pengalaman kan ya, never too late to share lah?

Barcelona, first day...

Begitu tiba di Aeroport de Barcelona – el Prat (bahasa catalan), saya dan rombongan sudah ditunggu bus yang telah disediakan oleh biro perjalanan. Kami langsung diantar menuju hotel tempat kami menginap. Namanya Hotel Tryp. Hotelnya sangat sederhana, namun tampak elegan. Tempatnya tidak jauh dari bandara. Sepanjang perjalanan, sudah terbayangkan apa yang akan saya lakukan sesampainya di hotel. Mandi, makan, kemudian tidur seharian. Tentu saja untuk membalas dendam atas ketidaknyamanan selama 12 jam di pesawat.

Dan… ya sudah lah ya, kalau ternyata, apa yang diharapkan tak sesuai kenyataan. Kami memang menuju hotel, tapi bukan untuk beristirahat. Melainkan untuk menurunkan segala macam barang bawaan kami dan menghampiri 2 orang anggota perjalanan yang sudah lebih dulu sampai di Barcelona. Iya, kami harus menjemput mas artis Ibnu Jamil dan Big Bos Muly agent sport, Mas Muly.

Sesudah itu, kami diajak muter-muter kota Barcelona. Di hari pertama ini, sesuai rundown acara, ada 3 tempat yang akan kami sambangi. Terpaksa dengan muka yang masih berantakan saya harus mengikuti alur acara. Bisa dibayangkan? Muka yang tidak bisa tidur semalaman, tanpa make up, dan baju yang gak ganti selama lebih dari 24 jam. But, it’s ok. Anggap saja saya sedang berada di planet lain, dan gak ada seorangpun yang saya kenal, kecuali rombongan.

Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Placa De Catalunya. Dalam bahasa inggris disebut Catalonia Square. Kalau saya lebih suka menyebutnya Plaza Catalunya –Indonesia banget–. Tempat ini merupakan plaza atau pasar terbesar yang terletak di pusat kota Barcelona. Sebagian besar bangunan di tempat ini masih terlihat eksotis dengan arsitek khas kerajaan eropa masa silam. Bangunan-bangunan mirip apartemen yang menjulang tinggi. Gang-gang yang tidak terlalu lebar karena memang ditujukan hanya untuk jalan kaki. Saat berada di Plaza Catalunya, kamu akan merasa seperti berada di kota lama dengan fasilitas yang modern. Yang paling menyebalkan dari tempat ini adalah adanya deretan outlet-outlet di samping kanan dan kiri sepanjang jalan. it’s so annoying for me.

Ini salah satu sudut Plaza Catalunya

Outlet-outlet di sepanjang jalan
Puas keluar masuk dari outlet yang satu ke outlet yang lain, kami melanjutkan perjalanan menuju L'Estadi Camp Nou. Hampir saya tidak percaya bisa berada di sini, di tempat ini. tempat yang hanya saya lihat di TV, dan sekarang saya benar-benar berdiri di atas tanah klub Catalan. Tempat di mana Leonel Messi dan kawan-kawan biasa beraksi dengan permainan mereka yang luar biasa.
 
L'Estadi Camp Nou dari luar
Tapi, karena waktu yang terbatas, kami tidak diijinkan masuk ke arena lapangan. Kami hanya diberi waktu 1 jam untuk berbelanja atau sekedar melihat-lihat pemandangan di sekitar Camp Nou. Kemudian saya dan Sarah – pasangan duduk saya di pesawat, di bus, dan rencananya dia juga akan menjadi partner tidur saya selama di Barcelona– memutuskan untuk berfoto-foto ria saja. Kami berjalan mengintari area depan Camp Nou yang lumayan bikin kaki gempor. Dan tentu saja dengan take action di segala penjuru hehe… 
Barcelona's baby
Yang ini sepertinya stadion Tim Kriket Barcelona

Usai sesi foto-foto, kami masuk ke Botiga. Apa itu Botiga? Botiga adalah The official FC Barcelona Store. Bahasa gaulnya outlet resminya Barcelona. Di sini, kamu akan menemukan segala macam barang, apa pun itu, yang tentu saja ada tag-nya Barcelona. mulai dari jersey, bantal, boneka, tas, bola, gelas, gelang, tempat pensil, dan masih banyak lagi. Soal harga, jangan ditanya. Lumayanlah. Lumayan mahal maksudnya. Kamu juga bisa pesen jersey dengan kualitas sama dengan yang dipakai para pemain Barcelona dengan nameset suka-suka kamu.
 
Dalamnya Botiga

Lagi, dalamnya Botiga

Yang ini luarnya Botiga

Lagi, Botiga bagian luar
Pintu masuk Botiga dari depan, welcome

Ini hari minggu. Dan tempat ini ramainya gak santai. Lagi, saya dan Sarah mulai eksis. Action di sana sini, di setiap sudut ruangan ini. Gak boleh ada yang terlewat. Sayang.

Bangunan yang terdiri dari 2 lantai ini, besarnya gak kalah sama Luwes –Swalayan di daerah saya, Ungaran­–. Semua barang yang dijual, tentu saja everything about Barcelona. Kartu pos dan foto-foto pemain atau legenda Barcelona, lengkap. Kemanapun mengalihkan pandangan, yang kami lihat hanya Barcelona, Barcelona, dan Barcelona. Setelah puas ngukur luas bangunan dari lantai satu ke lantai dasar, akhirnya saya dan Sarah dapat tentengan juga. Saya dengan sebuah tas dan bola. Dan Sarah dengan satu jersey bernomor punggung 4 a.k.a Cesc Fabregas. Yes, Sarah ini memang fans Fabregas garis keras.

Antri di kasir ternyata tidak hanya terjadi di negara kita. Di sini juga, antriannya sampe mengular. Saking banyaknya pengunjung. Oh, ya, kalau kamu ingin tahu lebih banyak tentang Botiga, bisa buka di sini.

Sarah narcis di bus
Sepanjang perjalanan di Barcelona kamu akan banyak melihat bangunan-bangunan indah seperti ini

Next, kami melanjutkan perjalanan. Tempat terakhir yang kami kunjungi hari ini adalah El Poble Espanyol “Spanish Town”. Tempat ini seperti miniaturnya Spanyol. Dari ujung ke ujung kamu akan melihat paduan budaya dari berbagai daerah di Spanyol. 
Selamat datang, ini jalan masuk utama El Poble Espanyol

Menurut informasi yang tertera di brosur, tempat ini dibangun pada tahun 1929 untuk keperluan Barcelona International Exbibition pada waktu itu. Adalah seorang Josep Puig i Cadafalch yang punya ide untuk membuat sebuah museum: sebuah kota di mana arsitek, gaya, dan budaya dari berbagai wilayah di Spanyol dicagar dalam satu tempat.
 
Dalamnya, luas kan? Bisa buat main bola

Sarah in action. Ada juga Koh Ferry sama Nanta di belakang

Memasuki wilayah pedesaan

Ada coffe shop juga lho

Pedesaan yang berbeda lagi. Bedakan arsiteknya dengan yang di atas

Jalan-jalan di tempat seperti ini sebenarnya sangat menyenangkan. Udara yang bersahabat. Pemadangan yang memanjakan mata. CafĂ©, tempat belanja, tempat pembuatan barang-barang khas spanyol dapat kita lihat di sepanjang perjalanan. Tapi karena saya kadung merasa terlalu lelah, jadi saya sedikit tidak menikmati perjalanan kali ini. Kaki saya rasanya sudah mau copot. Badan sudah mulai protes, meminta untuk segera dicemplungin ke air. 
Ini tempat produksi dan hasil produksinya

Perjalanan saya hari ini ditutup dengan makan malam di sebuah restoran cina. Senang sekali, akhirnya setelah seharian saya bisa ketemu nasi juga –tetep Indonesia–.

Oke, hari kedua dan selanjutnya kita sambung kapan-kapan ya… Yang pasti lebih seru dari hari pertama. See ya :)

>> To be continue

Kamis, 18 Juli 2013

Curhat Hijab

Puasa-puasa gini, hampir tiap hari liat liputan soal hijab di TV. Errrrrr… Bikin kalap mata aja. tapi, ngomong-ngomong soal hijab, saya mau sedikit cerita nih. Tentang awal mula bagaimana saya bisa pakai hijab gini?

Saya memantapkan diri untuk berhijab dalam keseharian sejak 4 tahun yang lalu. Tidak ada alasan khusus sih. Sama seperti wanita muslim lainnya. Saya yakin, hampir semua muslimah punya keinginan untuk berhijab. Namun karena berbagai alasan, banyak dari mereka yang belum berani melakukannya. Ada yang bilang belum siap. Ada yang bilang takut tidak bisa menjaga. Ada juga yang bilang belum waktunya. Pertanyaan saya, “Lha terus waktu yang tepat kapan? Emang kamu tahu umur kamu sampai kapan?”

Saya dulu juga demikian. Takut ini, takut itu. Hampir 3 tahun, saya menunda keinginan untuk berhijab. Dengan alasan yang lebih parah. Takut ribet lah. Masih sayang sama baju-baju seksi yang masih ngendon rapi di lemari. Takut gak bisa jaga sikap. Takut gak bisa menjaga terus sampai nanti, sampai mati *pinjem judul lagu Letto ^^*. Tapi pada akhirnya saya sadar, bahwa semua adalah proses belajar.

Seiya sekata dengan mbak cantik nan berkharisma, Oki Setiana Dewi “Untuk berhijab kita tidak perlu persiapan apa-apa. Justru dengan berhijab kita membuka pintu-pintu kebaikan”. Saat saya mulai berhijab pun, saya tidak memiliki persiapan apa-apa. Minim koleksi busana muslim, mendekati tidak punya malah. Pengetahuan agama yang terbatas. Sholat yang masih bolong-bolong. Hutang puasa romadhon yang belum terbayarkan. Bacaan Al-Qur’an yang masih kocar-kacir. Lalu, modal apa yang saya punya untuk berhijab? Gak ada. Saat itu yang saya punya hanya keinginan.

“Hijab itu bukan membuat kita terlihat jadi orang suci. Tapi itu progress ke arah yang lebih baik.”

Saya juga sangat setuju dengan quote di atas. Jujur, bahkan sampai sekarang pun saya belum bisa mengenakan hijab di segala kesempatan dalam hidup. Ada kalanya, di waktu-waktu tertentu saya melepasnya dengan alasan kenyamanan. Saya sendiri sadar, ini bukan hal yang baik. Tapi sekali lagi berhijab adalah proses belajar. Dan saya juga sedang belajar untuk terus konsisten dengan pilihan berhijab ini.

Aplikasi sikap seringkali menjadi kendala utama bagi teman-teman muslimah untuk mengenakan hijab dalam kesehariannya. Banyak dari teman saya bilang, jika mereka berhijab, mereka khawatir tidak bisa menjaga sikap dengan baik. Seolah bagi mereka hijab adalah tanggung jawab yang berat. Saya ulangi lagi, hijab itu proses belajar. Tidak serta merta orang yang mengenakan hijab menjadi suci. Atau menjadi malaikat yang tidak pernah salah. Minimal, dengan berhijab kita bisa menjaga diri kita. Kita bisa mengontrol sikap dan kata-kata yang keluar dari mulut kita. Justru aplikasi sikap itu akan mengikuti kita dengan sendirinya. Kalau pinjam istilah dari mentor saya, "Lakukan saja, nanti kamu akan menemukan polanya sendiri". Kata siapa? Kata saya.

Sejak berhijab, sepertinya Allah mulai menggerakkan hati saya untuk semakin banyak belajar tentang agama. Mempertemukan saya dengan orang-orang hebat yang bisa saya jadikan teladan dalam hal ibadah. Semakin bisa mengontrol sikap dan kelakuan. Lebih bisa menjaga mulut dan hati. Lebih betah duduk di atas sajadah. Lebih rajin puasa dan sholat sunah. Lebih sering mengeja huruf-huruf dalam Al-Qur’an. Dan semuanya masih dalam proses belajar.

Buat saya, hijab adalah pedal rem otomatis dalam kehidupan. Setiap kali saya ingin melakukan hal-hal yang melenceng dari koridor kebaikan, hijab ini adalah pengingat saya. Mungkin kalau hijab bisa ngomong, dia akan bilang kayak gini “Sayang, Ingat apa yang kamu pakai di atas kepala. Sayangi dan jaga dia. Jangan melakukan hal-hal aneh yang bisa merusak citranya”.

Bukan berarti juga saya tidak pernah salah. Sering sekali saya melakukan kesalahan, baik yang disengaja atau tidak. Tapi, selalu hijab ini kembali mengingatkan saya. Hijab yang membantu menjaga jarak pandang saya untuk selalu bisa melihat kebesaran Allah.

Semoga cerita ini bisa memberikan sedikit pencerahan bagi teman-teman muslimah yang sudah berkeinginan untuk berhijab. Apalagi jaman sekarang, hijab seolah sudah menjadi trend. Kita bisa memodifikasi model-model hijab sesuai dengan karakter diri yang ingin kita tampilkan. Contohnya kayak gini nih bhahahha *numpang narcis, dari pada repot-repot googling* 


Selamat berhijab ya girls...

Senin, 15 Juli 2013

Sepucuk Rindu Untuk Sahabat

Dear sahabats,
(sengaja pake “s”, kan jamak :D)

Sore ini, saat aku menulis ini, aku sedang berada di salah satu sudut ruangan rumah makan yang dulu sering kita kunjungi. Di sampingku ada adikku Nopi, sepupuku Irma, dan tetanggaku Dwi. Tapi entahlah, tetiba saja aku teringat kalian. Kangen. Semacam itulah aku mendefinikan rasa ini. Iya, pada akhirnya aku tetap merindukan kalian beserta segala macam kenangan yang ada di dalamnya. Bad or good.

Terbanyangkan, seandainya yang ada di sampingku saat ini adalah kalian. Pasti bakalan rame banget, heboh, rebutan buat cerita soal kehidupan masing-masing seperti waktu dulu. Indi, dengan status barunya sebagai Nyonya Eko. Inem yang mendadak sewot tiap kali diceritain tentang liburan atau jalan-jalan. Maklum, dia kerja 7 hari seminggu, alias gak ada liburnya. Atau Ihwan yang lagi sibuk dengan skripsinya. Dan aku sendiri, aku yang semakin larut dalam kesibukan-kesibukan absurd.

Acara bukber yang gak direncanakan ini membuatku kangen sama kalian. Kangen saat kita buka puasa sepiring bersama di suatu tempat yang kita sebut basecamp. Masih pada ingat rasanya capjay made in Inem? Atau gorengan pojok alun-alun? Atau getuk belakang plaza ungaran? Iya, yang makanan favoritku itu. Atau kolak hibahnya Bu Rusman?

Inemmm, miss you beb. Ingat saat kamu curhat sambil nangis-nangis? Huffft, aku benci waktu itu. Ada satu hal yang kulewatkan. Sorry, for not hug you at that time *emot sedih*. Kangen marahan sama kamu. Kangen sama misuh-misuhmu di SMS atau whatsapp. Kangen sama kucingmu. Kangen duduk-duduk di depan rumahmu buat ngadem. Meskipun Kita sering marahan ya? Tapi aku tau kok, you care too much to me. Inget gak? Pas malam-malam di bawah gerimis, aku kebut-kebutan ke rumahmu buat minta maaf. Itu moment paling mengharukan, tauk?

Ndi, Indiii… Apa kabar kamu sekarang? Sejak punya peran baru, kita jarang calling-caling-an ya? Tapi tetep kok aku kangen kamu. Kangen kamu yang kemana-mana selalu minta ditemenin. Dari beli buku, baju, hijab, kebutuhan sehari-hari sampai kencan pun minta ditemenin *lirik-lirik Inem*. “Nem, masih ingat kan, pagi itu? Kamu mah cuma sekali, aku udah tiga kali” *ditimpuk bantal*

Saat mengharukan bareng kamu adalah saat kamu bilang “Mbak, boleh pinjam bahunya?” dan aku juga benci waktu itu, karena gak memberikan pelukan untukmu. Kangen nangis di pojokan rumah sodara kamu *yang ini bohong dink, nangis kok dikangeni?*. Aku Kangen direpotin sama kamu ehehehe. Kangen dititipin tela-tela, kangen bangunin tengah malam, kangen nemenin di kos. Kangen sama si kecil Danan. Kangen juga sama suami kamu, boleh? *eh, yang ini skip aja*. Minta tolong bilangin ke misuamu yes “Mbak Yuyun sekarang sudah hapal Lucky-nya Jason Mraz. Kapan mau dipraktekin?” mehehe.

Kangen Inem. Kangen Indi. Kangen rebutan tempat tidur dan selimut. Kangen curhat-curhat gaje di kosan. Kangen ngeskrim di tangga Ind*m*rt. Kangen berburu nasi goreng. Alun-alun Asmara, nasi goreng favoritnya Inem. Depan Ind*m*rt, ini nasi goreng favoritnya Indi. kalau aku capjay di Pak Yadi aja deh, seger banget tuh. Kangen Inem yang selalu protes kalau diajak makan ke warung steak. Kangen bilang gini sama Inem “Nem, nasgornya jangan pedes-pedes. Inget perut tuh. Ntar kumat lhoh”. Tapi tetep aja ga pernah digubris.

Kalo sama Ihwan, sebenarnya gak kangen-kangen amat sih. Lha kemarin abis ketemu *nyengir*. Kalau kangen tinggal samperin aja ke basecamp. Unforgettable moment sama kamu itu pas kamu ulang tahun. Ngopi-ngopi di alun-alun Asmara. Ditodong supaya beliin kue, trus, sisa kuenya dibalikin lagi ke kamu. Dalam bentuk cemongan ya? hahaha. Dan gara-gara itu, kamu jadi in wind alias masuk angin. Lha harus mandi malam-malam. Tapi yang paling aku kangenin dari dirimu adalah tulisanmu yang gak beda jauh sama tulisan dokter itu, sangat berkarakter :D. Kangen juga kalo di kelas suka minta dibacain tulisan yang ada di whiteboard.

Dhe, kamu tu sodaraku yang paling de bes dah. Selain pendengar yang baik, kamu juga guru yang baik. Guru apa saja. Dari masalah kerjaan, kuliah, sampai agama. kamu yang selalu jadi alarm-ku saat butuh siraman rohani. Suwun ya, untuk banyak bantuannya. Dhe, dhe, semalam aku mimpi ikut latihan wing chun lho. Cukup tau aja sih xixixi…

Masih pada ingat juga gak saat-saat kita [pura-pura] belajar bareng? Iya, katanya aja belajar. Padahal lebih pantes dibilang ngobrol sambil ngemil bareng. Siapa ya di antara kita yang paling hobby bawa cemilan ke kelas? Trus, contek-contekan berjamaah setiap ujian. Abis itu bareng-bareng menjalani ritual usai ujian, ngopi-ngopi hehehe. Kita sebut itu “kebersamaan”. Hampir setiap minggu rutin menyambangi angkringan depan apotek. Tau gak? terakhir kali aku ke sana, beli sebungkus jahe susu. Mas penjualnya nanya “temen-temenya mana mbak? Kok sekarang jarang ke sini?” kayaknya dia kangen juga sama kita yang sering bikin kehebohan di warungnya.

Aaaakkkkk… jadi pengen saat-saat itu lagi kan? Kangen sama kalian, temen, sahabat, sodara, lawan bermain, lawan bicara, lawan debat yang komplit. Next, kita kumpul-kumpul lagi ya? *atur schedule* love you guys *emot lope-lope*


Bekgor Pak Ndut, 14 Juli 2013

Rabu, 10 Juli 2013

Ini Mimpiku, Apa Mimpimu?

Pernah kepikiran gak, seperti apa kamu 10 tahun kemudian? Ingin menjadi apa? Atau mau hidup seperti apa? Mendadak pikiranku melayang ke sana. Kira-kira seperti apa ya, aku 10 tahun kemudian?

Tentu saja yang ada di benakku saat ini yang enak-enak, yang bahagia-bahagia. Tapi itu sah kan? Toh mimpi itu gratis. Dianjurkan malah. Mimpi itu juga doa lho. Apalagi yang baik-baik. Aku pernah dengar seorang teman bilang “apapun mimpimu, semesta akan mendukungmu”. Iya, mimpi atau angan-angan itu bagai magnet yang menggerakkan semesta untuk membantu mewujudkannya. Caranya? Who knows? Kita hanya perlu bermimpi dan menjaganya, selebihnya urusan Tuhan. That’s my point of view.

Yang terpikirkan di benakku sekarang. Ehmmm, 10 tahun kemudian itu, Yuyun itu...
Seorang istri dari suami yang hebat. Ibu dari anak-anak yang lucu dan cerdas. Menjadi enterpreneur di bidang fashion. Punya semacam distro yang menyediakan busana muslim lengkap dengan aksesorisnya. Tentunya, rancangan sendiri. Ikut terlibat dalam badan amal, atau minimal punya taman bacaan untuk anak-anak di sekitar tempat tinggal.

Kegiatan setiap hari. Bangun pagi, mengurus anak-anak dan suami tercinta. Menyiapkan pakaian suami, mendadani anak-anak, menyiapkan sarapan untuk mereka. Mengantar anak-anak sekolah. setelah selesai membereskan seluruh urusan rumah tangga di pagi hari, kemudian meluncur ke tempat kerja. Pulang kerja sebelum anak-anak dan suami sampai di rumah. intinya, aku pengen orang yang pertama kali dilihat oleh suami saat pulang ke rumah adalah istrinya. Bersih-bersih rumah, meyiapkan makan malam. Menemani anak-anak belajar. Menjadi sahabat untuk suami.

Saat weekend, have fun bareng keluarga. Olahraga pagi, jalan-jalan ke luar, ke timezone, renang, makan di luar, atau di rumah saja menikmati kebersamaan. Bisa karokean atau nonton film di rumah. Berkebun juga oke. Bisa juga memasak bareng-bareng. Coba resep baru gitu.

Nonton pertandingan bola bareng keluarga pakai jersey masing-masing tim favorit. Nganter anak-anak ikutan les musik atau latihan olahraga. 6 bulan sekali Rutin ke dokter gigi untuk checking gigi anak-anak. Mengajak anak-anak berkunjung ke panti asuhan atau panti jompo.
Yach, kira-kira begitulah angan-angan yang melayang di benakku saat ini. Absurd ya? Hehe.. berlebihan mungkin. Gila juga. Ya, namanya juga mimpi, bebas sebebas-bebasnya. Tapi bukankah banyak orang besar bilang “mimpi itu harus berani, biar gak nanggung”. Toh besar atau kecil sama-sama gratis. Tuhan malah senang kalau kita punya banyak mimpi, jadinya kan kita sering berdoa dan membutuhkanNya.

Sudah terbukti kok. Mimpi-mimpiku 7 tahun yang lalu sudah banyak yang terwujud. Hampir semua malah. Memang, hanya mimpi sederhana seorang ABG. Tapi waktu itu, menurutku, untuk ukuran seorang remaja yang tinggal di kampung dengan latar belakang keluarga yang tidak berpendidikan tinggi sudah lumayan susah untuk dicapai. Dulu, begitu lulus SMK, aku berharap bisa melanjutkan kuliah di jurusan Sastra Inggris atau Psikolog. Tapi ekonomi keluarga tidak memungkinkan. Apalagi waktu itu, kuliah masih menjadi hal yang wah. Bahkan di kampungku belum ada orang yang kuliah.

Mau tidak mau, akhirnya aku bekerja di pabrik juga seperti teman-teman yang lain. Lumayan lah bisa ikut membantu orang tua. Tapi saat itu pun aku sudah berjanji pada diri sendiri “Aku bekerja di pabrik tidak boleh lebih dari 5 tahun. Setelah itu aku harus kuliah. Dan harus kerja kantoran juga.” 

Dan sekarang, aku bisa lihat bahwa ketidakmungkinan yang dulu itu bisa dicapai. Gak semulus kelihatanya memang, tapi tetap sampai juga kan? Kuliah, kerja kantoran, semua sudah. Kalau jadi psikolog, mungkin enggak. Tapi setidaknya selalu menjadi tempat bagi teman-teman untuk curhat, meminta pendapat, atau sekedar bertanya hal-hal yang mereka kurang tahu. Kalau Bahasa Inggris, kurang begitu jago sih. Tapi lumayan kok, bisa mengikuti lagu-lagu manca hehehe.. 

Dan bonus dari semua mimpi itu adalah perjalanan ke Barcelona. Mimpi yang sama sekali gak pernah diimpikan. Kalau sekedar berangan dan bergumam sih pernah “asyik ya kalo bisa jalan-jalan ke luar negeri gitu...” itupun gara-gara lihat liputan di tv.

So, kenapa gak berani bermimpi? Tuhan itu Maha Maha Kaya sekaya-kayanya. Kita tinggal menyusun mimpi-mimpi, fokus, dan usaha. Semesta akan memberikan jalan. Setelah itu tunggu saja saat mimpi-mimpi itu akan terwujud.

Hanya catatan absurd seorang perempuan yang lagi kurang kerjaan. Dan semoga ada malaikat lewat  yang ikut mengamini. ^_^

Sabtu, 06 Juli 2013

Ajaib, Cara Tuhan Mengajariku Ikhlas

Rabu, 3 Juli 2013


Hari ini saya melewati satu pelajaran hidup berharga yang nampol banget. 


Ceritanya, saya kehilangan, no no, bukan kehilangan tapi ketinggalan. Iya, dompet saya satu-satunya, tempat di mana seluruh harta benda yang saya punya berada, sore ini sekitar jam 17.00 Waktu Indonesia Bagian Kartosuro tertinggal di mushola salah satu SPBU di daerah itu. Dompet berisi uang tunai yang jumlahnya lumayan lah, buku tabungan, kartu ATM, E-KTP, dan kartu-kartu lainnya itu terlewat masuk ke tas begitu saya selesai melaksanakan sholat ashar. 

Saya sama sekali tidak sadar, jika dompet itu tertinggal. Yang saya rasakan, semenjak keluar dari area SPBU, selama perjalanan hati saya mendadak galau. Diliputi perasaan aneh. Tiba-tiba deg-degan, badan panas, sampai-sampai pengen nangis. Seperti biasa, hal yang selalu saya lakukan di saat perasaan diserang gundah gulana tak beralasan adalah meletakkan telapak tangan pada dada dekat jantung. Kemudian membaca al fatihah yang diulang 3 kali pada bagian “iyakana’budu wa iyakanashta’in” sambil menutup mata. Allahu akbar, berulang kali saya rapal agar hati saya tenang. Berusaha pasrah pada Tuhan, jika memang terjadi sesuatu.

Sampai di rumah makan berikutnya, saat akan melaksanakan sholat magrib, saya kembali berceloteh “bu, kok perasaan saya masih gak enak ya. Deg-degan gitu.”

Dan benar saja, ketika berada di kasir, berniat membayar belanjaan untuk oleh-oleh, saya membuka tas dan mencari dompet. Ternyata sudah tidak ada. Saya langsung panik. Saya minta tolong kepada supir yang kebetulan teman saya untuk mencarikan dompet di mobil. Siapa tahu jatuh di sana. Dan hasilnya nihil. Seisi ruang di mobil sudah diacak-acak, dan dompet belum ditemukan juga.

Otomatis, pikiran saya pun flashback merunut memory sepanjang perjalanan. Di sini, saya ingat bahwa tempat terakhir saya memegang dompet adalah kamar mandi SPBU saat membayar uang kebersihan. Kemudian, saya menyimpulkan bahwa dompet itu tertinggal di mushola SPBU.

Beberapa saat saya merasa lemes. Panik. Gak tau mau ngapain. Masih shock. Kok bisa sih Yuyun seceroboh ini [lagi]? Dulu yang ketinggalan peralatan mandi. Dan sekarang dompet. Ah, entahlah. Sama sekali gak bisa mikir apa-apa lagi. Sementara teman-teman yang lain pada ngomong ini itu, saya sudah gak peduli. 

Kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan pulang saja. Balik ke SPBU juga percuma. Kemungkinan dompetnya masih berada di tempat juga sangat kecil. “kalau memang rejeki gak akan kemana mbak. Pasti balik,” ucap Ibu Kepsek yang berusaha menenangkan saya.

Kemudian saya ambil langkah pertama, yaitu menelfon pihak Bank agar memblokir ATM. Setelah itu, ya sudahhh. Pasrah. Dan ajaib, selang beberapa waktu saja perasaan saya sudah kembali normal. Gak ada galau dan deg-degan lagi. Ikhlas. Wis, cuma itu saja yang saya rasakan. Kemudian saya memposting tentang kehilangan ini di twitter. Ya, siapa tahu aja. Kalau-kalau ada orang baik yang menemukan dan baca postingan ini langsung quick response.

Dan sekali lagi Tuhan menunjukkan kebesaranNya. Tidak sampai sejam setelah postingan itu terbit, ada yang mention saya. Memberitahukan bahwa dompet saya ada di mamanya dia. Rasanya legaaa bangettt. 


Dari sinilah, saya belajar ikhlas. Apapun itu yang terjadi pada kita adalah atas sepengetahuan Tuhan. Tuhan yang memberi ijin untuk itu terjadi. Kalau memang itu masih rejeki kita, pasti akan kembali. Kalau tidak, mau dikejar seperti apapun ya tidak akan kita miliki. Ini juga berlaku untuk yang lain, bukan hanya harta benda.

Dan ajaibnya lagi, setelah kejadian ini, saya justru merasa lebih bisa mengikhlaskan hal lain yang memang butuh keikhlasan yang luar biasa. “Mungkin inilah cara Tuhan mengajari keikhlasan pada hati saya.” Itulah yang ada di pikiran saya saat ini. 

Sekarang dompet itu masih berada di Jakarta. Dibawa sama orang baik hati yang menemukannya. Senin besok InsyaAllah mau dipaketkan ke saya. Terima kasih kepada Tante Irna sekeluarga, yang sudah bersedia direpotkan mengurus dompet itu. Semoga Tuhan membalas segala kebaikan Tante. Aminnn yra.

Senin, 01 Juli 2013

Just Let It Go




Ribi dan Kala, di mata teman-temannya mereka adalah pasangan yang ideal. Ribi seorang gadis manis bertubuh proporsional. Pintar, ramah dan penyayang. Tapi manja dan perfectionis. Sementara Kala, dia sosok lelaki sederhana yang cerdas. Tidak banyak neko-neko, namun justru itu yang membuat banyak orang respect padanya. Introvert, mungkin itulah satu kata yang mewakili karakter seorang Kala.

Keduanya kuliah di kampus yang sama. Dari situlah mereka saling kenal. Dan akhirnya memutuskan untuk menjalin sebuah hubungan. Pacaran atau apalah itu sebutannya. Yang pasti Ribi sangat mencintai Kala, begitupun sebaliknya. Selama sekian bulan menjalin hubungan, Ribi merasa semakin nyaman berada di dekat Kala. Di setiap kesempatan, di mana ada Ribi di situ ada Kala.

Sudah tidak ada lagi kesangsian di hati Ribi untuk memilih Kala sebagai pendamping hidupnya kelak. Namun, apalah daya manusia. Rencana tetaplah rencana. Tuhan juga yang menjadi penentu atas segalanya.

***

“Bi, maaf,” hanya kata itu yang sanggup keluar dari mulut Kala. 

Sementara Ribi tak mampu berkata apapun. Pandanganya kosong. Matanya berkaca-kaca. Bibirnya bagai terkunci. Dadanya sesak, kerongkongannya terasa sangat berat menahan tangisan. Dia tahu, air matanya akan turun bersamaan saat dia membuka mulut.

Kala mengenggam tangan Ribi dengan erat. Kembali dia berkata “Maaf. Dan terimakasih telah menjadi Ribiku.” Kali ini diakhiri dengan satu kecupan yang mendarat di kening Ribi. Kemudian dia bergegas pergi.

Ribi masih saja bungkam, terpaku. Ada gemuruh yang luar biasa di hatinya. Ingin dia berteriak sekencang-kencangnya. Ingin dia menggampar lelaki yang baru saja mengecup keningnya itu. Ingin dia tidak percaya dengan segala apa yang baru saja didengarnya. Tapi tubuhnya terasa kaku. Serasa ada bongkahan es di pangkuannya.

Saat Kala pergi meninggalkannya dengan alasan yang bahkan Kala sendiri tidak mampu untuk menjelaskan, seketika itu juga dunia Ribi hancur. Hatinya tak lagi utuh. Tangisnya pecah. Buliran air mata satu-satu berjatuhan tanpa terbendung lagi. Kala, orang yang sangat dicintainya melebihi dirinya sendiri, dengan sadarnya dia bilang mengakhiri hubungan ini setelah seluruh harapan Ribi terpatri padanya.


***

Itu adalah kali terakhir Ribi dan Kala bertemu. Kini, Ribi dan dunianya telah banyak yang berubah. Kejadian setahun yang lalu itu benar-benar tamparan keras untuknya. Sejak saat itu Ribi memutuskan untuk tak lagi mengenal Kala. Bukan, bukan karena benci. Ribi hanya ingin menata hatinya kembali tanpa bayang-bayang masa lalunya. Terlihat childish memang. Tapi itulah Ribi. Dia hanya tidak ingin menyakiti siapapun, termasuk dirinya sendiri. Sehingga dia lebih memilih menepi dan menarik diri dari dunianya yang dulu untuk sementara waktu. Entah sampai kapan? Ribi hanya bisa tersenyum saat sahabat-sahabatnya menghubunginya dan berkata “Aku rindu Ribi yang ceria. Cepat kembali ya…”

Dengan nadanya yang khas, Ribi selalu bilang “Aku hanya ingin memastikan bahwa semuanya telah baik-baik saja. Memastikan bahwa luka-luka itu telah benar-benar pulih sebelum aku memulai kehidupanku yang baru.”

Quote : Terkadang, kita melepaskan bukan karena benci atau tidak peduli. Tapi karena kita sadar, kita terlalu cinta dan tidak mungkin memiliki.