Sabtu, 09 November 2013

Barcelona, Fourth Day

Masih terbangun dengan cantik di kamar nomor 208 Hotel Tryp Barcelona. Jam analog di HP saya masih menunjukkan pukul 4 pagi waktu Barcelona. Saya langsung meraih labtob dan membuka akun facebook. Berharap ada teman di tanah air yang bisa saya ajak ngobrol. Dengan selisih waktu 5 jam, tentunya teman-teman saya di Indonesia sudah pada beraktivitas. Sementara itu, Sarah, teman sekamar saya, masih terlelap. 

Matahari terbit. Langit di luar sudah terlihat terang. Saya beranjak dari ranjang. Seperti biasa, saya membuka tirai dan melongok ke luar sebentar. Matahari yang muncul dari balik bukit terlihat indah dari tembok kaca kamar di lantai 2 ini. Bias golden rise-nya sayang untuk dilewatkan. Beginilah ritual pagi saya, sebelum berpindah tempat ke kamar mandi.

Oh, ya. Sesuai dengan rencana, Sarah hari ini akan terbang ke Indonesia. Dia harus mengikuti ujian dari salah satu mata kuliah yang dia ambil di fakultas kedokteran Universitas Tri Sakti. Eh, Sarah ini calon dokter lho. Pekerjaan tetap keluarganya secara turun temurun. Mama Papanya dokter. Mungkin juga begitu dengan Opung-opungnya.

Berhubung Sarah sudah packing semalam, pagi ini dia tinggal pergi kebandara. Saya dan Sarah turun bersama untuk sarapan. Usai sarapan kami berpisah. Rasanya sedih juga. Meski baru 4 hari kenal dan langsung tidur sekamar, saya sudah menganggap dia seperti adik sendiri. Yach, namanya di negara asing, orang lain pun bisa jadi saudara. Jadi ingat mamanya Sarah yang baik itu.

Saya kembali bergabung dengan rombongan untuk melanjutkan perjalanan. Sementara Sarah harus berbelok ke Bandara. Sendirian. Salut buat Sarah.

Di hari keempat ini, kami di ajak jalan-jalan ke pantai. Dari hotel, kami langsung meluncur ke Sitges. Salah satu kawasan pantai terbaik yang dimiliki Barcelona. Sitges berjarak 35 km dari Barcelona. Kami menghabiskan waktu sekitar 1 jam di dalam bus untuk sampai ke tempat ini. Untuk menyentuh bibir pantai, kami masih harus berjalan berkilo-kilo meter dari tempat parkir. Lumayan membakar kalori.

Sitges menyambut kami dengan cuaca yang cerah. Khas cuaca pantai. Panas dan berangin. Suasana jalan di Sitges pagi ini masih terlihat sepi. Masih jam 9, aktivitas harian masyarakat belum dimulai. Seperti kota-kota lain di Barcelona, di Sitges pun tidak ada kendaraan besar yang lewat. Hanya terlihat beberapa skuter dengan ban bulat yang ukurannya lebih besar dari skuter yang biasa kita lihat di alun-alun kota. sepertinya, setiap kota di Barcelona memang dikonsep untuk tidak dilewati kendaraa-kendaraan besar seperti bus, tronton, truk, kecuali di jalan raya.

Inilah kenapa Barcelona sangat menyenangkan untuk berjalan-jalan. On foot, tentunya. Udaranya terjaga. Polusinya tidak gila-gilaan seperti di kota-kota besar di negeri saya tercinta. Jalanan teratur. Seandainya ada macet pun, macet cantik. Gak ada bunyi-bunyian klakson yang memekakan telinga. Suasana tetap adem.

Toko-toko yang berjajar di sepanjang jalan Sitges sedang bersiap untuk buka, saat kami lewat. Sttt, di Sitges ini kamu akan menemui banyak lelaki centil. Mukanya sih ganteng. cashing macho. Tapi ya gitu, tingkahnya gemesin.

Pantai sudah terlihat. Kami mempercepat langkah agar segera bisa menikmati keindahan ini. Dan untuk beristirahat tentunya. Kami berdiri depan sebuah gereja. Gereja Sant Bartomeu i Santa Tecla. Gereja ini dibangun pada abad 17. Bangunannya terlihat tua eksotis. Memiliki altar yang tinggi. Dari sini kamu bisa menikmati pemandangan Pantai Sitges dengan leluasa.

Karena beriklim mediterania yang memastikan matahari akan bersinar selama 300 hari, Sitges merupakan salah satu tujuan wisata favorit di eropa. Ditambah, kota ini terkenal dengan kehidupan malamnya. Bocoran nih, Kota Sitges ini surganya kaum maho. One of the most friendly places for homosexuals. Sebagian besar tempat hiburan malam di Sitges diperuntukkan bagi kaum gay atau lesbian.

Kembali ke pantai. Sitges memiliki 17 pantai pasir. Ombaknya tenang. Lingkungannya bersih dan rapi. Saya sarankan, jika ingin berjalan-jalan di pantai ini, kamu harus memakai sunblock. Matahari di sini menyengat. Jangan tertipu dengan hawa dingin yang kamu rasakan. Pulang-pulang, kulit kamu akan menghitam.

Oh, ya, harga barang-barang di sini juga mahal. Tidak disarankan untuk berburu oleh-oleh di sini. Selama berjalan-jalan di tepi pantai, saya dan rombongan hanya berburu foto saja. Dan sekali membeli es krim bersama-sama. Es krim cone di sini mencapai 4 euro. Kalau 1 euro = 12.000 rupiah. Silakan hitung sendiri harganya dalam rupiah.

Dari pantai menuju parkiran, kami harus berjalan jauh lagi. Miss Ana, guide kami dari Barcelona, mengajak kami mengambil jalur yang berbeda dengan saat berangkat tadi. Kali ini kami melewati rentetan restoran yang ada di pinggir jalan. Suasana sudah jauh lebih ramai. Pusat perbelanjaan di Sitges sudah lebih pasarawi –maksudnya, benar-benar terlihat seperti pasar ^^–.

Pemandangan dari altar gereja
Perahu pun berjajar rapi
Jalan di tepi pantai
Pasukan hotel, restoran, dan tempat hiburan
Doggi berlarian di tepi pantai
Yeee... Yuyun in action
Patung Leonardo da Vinci
Salah satu sudut Sitges
Bus Sagales lengkap dengan supirnya yang ganteng sudah menunggu di parkiran. Saya dan rombongan melanjutkan perjalanan. Agenda kami selanjutnya adalah makan siang. Bus membawa kami ke tempat yang belum pernah kami kunjungi sebelumnya. Ke sebuah restoran spanyol. Saat turun dari bus, saya tidak menyangka bahwa ini adalah restoran. Bangunan dengan eksterior putih ini dari luar lebih terlihat seperti hunian tempat tinggal atau rumah. Tumbuhan bunga dan pohon mengelilingi bangunan ini. Tapi begitu masuk, suasanya sudah lain. Beberapa set kursi dengan meja bundar, kotak, dan panjang tersedia di restoran ini. Tinggal pilih sesuai jumlah rombongan. Kami duduk di pojokan. Di meja paling panjang. Desain interior di restoran ini unik. didominasi oleh kayu dan mozaik.

Seorang bertubuh gembul, berpakaian putih ala koki keluar dengan membawa daftar menu. Om Mario, Tour Leader kami, memilihkan menu makanan.

Tidak butuh waktu lama untuk menyediakan pesanan kami. Tidak sampai seperempat jam, beberapa orang berpakain putih ala koki yang lainnya menghampiri meja kami dengan meletakkan piring, mangkuk, gelas, garpu, pisau, dan disusul menu yang akan diisikan ke piring-piring tersebut. Sup makaroni sudah lebih dulu dihidangkan sebagai makanan pembuka. Rasanya hambar. Untung masih ada mayones dan beberapa potong roti gandum yang bisa kami santap dan memberikan rasa asin pedas di lidah kami. 

Sup makaroni
Hidangan pokok selanjutnya adalah stik iga kambing. “lumayan ada rasanya”. Saya suka geli sendiri kalau ingat makanan-makanan yang pernah saya makan di Barcelona. Tapi ini adalah steak paling enak yang pernah saya makan di sini.

Selanjutnya, kami disuguhi roti karamel. Manis sekali. Setiap kali makan selalu seperti ini. Membuat saya berpikir dan menyimpulkan “Inilah kenapa orang eropa gembul-gembul. Lha kalo makan saja kayak gini. Hidangan pembuka, pokok, dan penutup. Tiga kali sehari. Pantaslah kalo gizi mereka sangat tercukupi”.

Dari restoran yang unik ini, kami kembali ke Placa Catalunya. Hanya sedekar untuk menghabiskan waktu sampai tiba saatnya makan malam. Berhubung Sarah sudah tidak ada, saya mencari partner lain untuk jalan-jalan. Kali ini bersama Dek Indah dan ayahnya. Kami bertiga berjalan sampai ke pasar tradisionalnya Catalunya. First time. Dan tetap kagum. Pasarnya teratur. Dan yang paling penting, bersih. Dari pasar, saya mendapatkan 2 potong besar coklat hitam dan putih. 

Macam-macam coklat di pasar
Jajanan kita juga ada di sini lho
Kami berburu oleh-oleh yang lain. Sebuah toko dengan pengunjung paling banyak yang kami pilih.

“Selamat siang.” Sapa pemilik toko.

“Siang.” Kami menjawab dengan nada keheranan. Bahasa Indonesianya lancar.

Alih-alih sibuk memilih barang yang akan kami beli, kami malah asyik ngobrol dengan pemilik toko. Seorang pria berpasport pakistan. Saya lupa namanya. Dia bercerita, pernah tinggal di Bali selama 6 bulan. Dan kagum dengan keindahan Pulau Bali.

Kami berjalan menjauh dari area pertokoan Catalunya dengan membawa tentengan berisi cindera mata. Mulai dari gantungan kunci, baju, payung, tas, yang semuanya berlabel Barcelona. Berakhir dengan duduk cantik di bangku taman. Dan... itu kan Sarah. Yeyeye lalala Sarah kembali lagi.

Ceritanya, Sarah tidak jadi terbang ke kampung halaman hari ini. Pihak bandara tidak bisa mengijikan Sarah ke luar Barcelona hari ini. Dan saya senang sekali. Malam ini tidak jadi tidur sendiri.

Menjelang malam, kami menuju Restoran Cina langganan untuk santap makan malam. Yuhuuu, ketemu nasi lagi. Minum teh cina lagi. Makan ayam goreng dan sayuran lagi. Dan hari ini berakhir di kasur empuk Hotel Tryp lagi.

Yang belum baca cerita di hari pertama, kedua, dan ketiga, bisa ngeklik di sini. Next, lanjut lagi ya. Malam ini, mata sudah tidak bisa diajak kompromi. See ya!

>> To be continue

Tidak ada komentar:

Posting Komentar