Rabu, 13 November 2013

Pabozz, My Favorite Author

Btw, ini foto favorit saya lho. Lucuk!
Ah, Tuhan Sayang Padaku Kok
Sekitar 4 tahun yang lalu. Saat itu saya sedang berada di sebuah pameran buku di Kota Salatiga. Mondar-mandir mencari buku yang ringan untuk bacaan sehari-hari. Dan tentu saja yang harganya sesuai dengan budget bulanan saya waktu itu. Akhirnya pilihan saya tertuju pada buku bersampul putih dengan gambar hati bergelantungan berwarna merah dengan judul yang menggelitik. Ah, Tuhan Sayang Padaku Kok. Membaca judulnya saja, sudah membuat saya penasaran untuk tahu isinya. Bukan dari penerbit terkenal sih –I mean, yang sudah saya kenal bhehe–. Tapi tetap saja saya tergerak untuk memiliki buku itu.

Seperti sudah jodoh. Saya merasa klik dengan buku itu. Isinya ringan. Bertutur tentang kehidupan kita sehari-hari. Bahasanya juga asyik. Konyol. Gak berat-berat amat. Gak nyastra-nyastra amat juga. Tapi pesannya ngena banget. Rasanya seperti dijewer, ditampar, dibogem, digelitik, dikuliti setiap kali membaca bab-bab di buku itu.

Selesai membaca, ternyata ada informasi lengkap mengenai penulisnya. Dari situ, saya mulai kepo tentang penulisnya. Nama kecilnya Herman Hidayatullah. Lahir di Sumenep, 13 November 1977. Entah sejak kapan berganti nama menjadi Edi Mulyono. Dan kemudian beken dengan nama Edi Akhiles di berbagai jejaring sosial. Saya mulai search akun FBnya. Add friend. Dan alhamdulillah bisa diterima dengan baik oleh beliau.

Sejak saat itu, saya tidak pernah melewatkan notes beliau di facebook. Bahkan beberapa ada yang saya print. Dan kemudian dipinjam oleh beberapa kawan saya –Maap, ya, Pak. Ndak ijin dulu–. Buku yang saya beli pun sering berpindah tangan. Dari satu kawan ke kawan lainnya.

Dan pada bulan April tahun ini, Tuhan mengabulkan doa saya untuk bertemu beliau –FYI, saya berulang tahun di bulan April. Jadi anggap saja ini hadiah dari Tuhan–. Dengan ikutan nyusup ke Kampus Fiksi. Dan bonusnya saya mendapatkan banyak teman di sini. Pertama kali ketemu, speechless. Makanya gak banyak omong. Takut salah, takut apalah, karena di sana saya merasa kecil. Berada di antara para penulis, dan saya tidak bisa menulis, rasanya seperti pecundang. Lumayan minder.

Sebenarnya, saya kagum dengan beliau bukan hanya karena tulisannya. Tapi lebih karena perilaku beliau yang patut dijadikan contoh. Sedikit banyak, pengalaman hidup dan pemikiran-pemikiran beliau telah di-share ke banyak orang. Baik dalam bentuk buku, atau postingan di blog. Seorang yang nyata pernah saya kenal yang membuktikan bahwa kalimat “from zero to hero” itu gak pernah salah. Seorang CEO dari Diva Press Group yang peduli dengan seluruh karyawannya. Seorang penulis besar yang peduli dengan bakat-bakat penulis muda. Seorang kepala keluarga yang bertanggung jawab dan menyayangi keluarganya. Seorang anak yang berbakti pada orang tua. Dan seorang manusia yang peduli pada sesama. Setidaknya seperti itulah beliau di mata saya. –Maaf lagi ya, Pak. Waktu itu pernah ngomongin sama supir yang menjemput dan mengantar saya. Tapi ngomonginnya yang baik-baik kok. Suerrr! *sungkem*–

Berkat Kampus Fiksi, yang artinya berkat beliau juga, sekarang saya jadi seneng nulis. Nulis apa aja yang ingin saya tulis. Meskipun saya gak punya ekspektasi apa-apa tentang apa yang saya tulis. Tapi tetep saya ingin menulis. Setidaknya untuk berbagi pengalaman dengan orang lain. Dan menuliskan sejarah untuk diri saya sendiri. Mungkin, nanti, 10 atau 20 tahun ke depan, tulisan-tulisan itu bisa jadi pengingat tentang masa-masa sekarang saya. Karena otak punya keterbatasan untuk mengingat, sedangkan tulisan itu abadi.

Dan hari ini. Rabu. 13 November 2013. Beliau. Bapak Edi Mulyono a.k.a Edi Akhiles yang saya cintai dan kagumi berulang tahun yang ke 36. Semoga panjang umur dan sehat selalu. Semoga sisa usia yang dimiliki semakin berkah dan bermanfaat. Semoga keluarganya semakin sakinah, mawadah, warahmah.

Terima kasih telah menjadi salah satu inspirasi dalam hidup saya. Terima kasih telah mencetak nama @yuyun_en di salah satu buku terbitan Diva Press. Meskipun hanya antologi, tapi saya tetap merasa senang. Itu persembahan terbaik untuk Ibu saya. Terima kasih untuk segala kebaikan Bapak.

Sekali lagi selamat ulang tahun..

*Tiup terompet*

*Tiup lilin dan potong kue*

*Sebarin potongan kertas*

*Nyanyi lagu selamat ulang tahun bareng-bareng*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar