Kamis, 21 November 2013

Hati-hati Dengan Ekspektasi

Setiap manusia, apalagi yang sudah masuk ke dalam kasta dewasa, tentu pernah mengalami satu masa di mana kita merasa down se-down-down-nya. Melewati satu masa di mana kita merasa dipermainkan oleh takdir. Kalo kamu bilang belum pernah, berarti kamu orang yang kurang beruntung. Karena telat naik kelas. Telat mendapatkan pelajaran hidup yang seharusnya bisa membuatmu lebih bijaksana.

Atas permintaan seorang teman, kali ini saya ingin sedikit sok tahu tentang psikologis. Karena saya tidak ahli dalam bidang ini, jadi saya akan mencoba berbagi tentang pengalaman pribadi saja. Dari pada ngomongin orang lain. Ya, kan? Udah, iyain aja!

Panggil saja dia Dodi (nama samaran). Dia mantan teman dekat saya. Kami pacaran saat sama-sama masih duduk di bangku SMA. Ceritanya cinta monyet gitu. Itu sudah berselang bertahun-tahun yang lalu. Dan Alhamdulillah, sampai detik ini hubungan kami baik-baik saja. Bahkan saat saya menulis ini pun, saya sedang kakaoan sama dia. Saya kenal baik dengan keluarganya, begitu pun sebaliknya.

Saat berpacaran, saya tidak punya ekspektasi apapun tentangnya. Saya menikmati saat-saat bersamanya, ya sebagai remaja. Untuk having fun saja. Lucu-lucuan. Saat itu kalau saya disuruh milih, saya tidak akan memilih dia untuk menjadi pendamping hidup saya. Saya gak yakin sama dia, dia kan playboy. Tapi ganteng. Ya udah, lumayan kan untuk temen jalan-jalan. Kalo orang bilang “wangun dijak kondangan”. Dan dia secara fisik, dia lebih dari wangun. Ini dari sudut pandang anak SMA lho.

Waktu berlalu. Seiring dengan berakhirnya masa-masa SMA, berakhir pula hubungan kami. Awalnya sih sakit. Tapi itu cuma sebentar. It’s so easy to moving on.

Kesimpulannya, saat kita tidak punya ekspektasi apapun terhadap seseorang atau suatu hal, kita akan lebih siap dengan segala kemungkinan buruk yang terjadi. Kita akan legowo, karena saat kita jatuh pun, itu bukan dari tempat yang begitu tinggi. Tapi hanya sedekar kesandung.

Jadi, jika kita merasakan sakit atau kecewa yang luar biasa saat kehilangan seseorang atau sesuatu, jangan langsung melimpahkan segala kesalahan padanya. Tengok diri sendiri dulu. Seberapa besar ekspektasi kita kepadanya? Jangan-jangan kita yang salah, karena terlalu berharap sama orang yang salah?

***

Alam bawah sadar kita itu sebenarnya selalu mengirimkan sinyal jika ada sesuatu yang tidak beres dengan diri kita atau lingkungan di sekitar kita –Teori darimana? Lupa–. Tapi, kitanya sering mengabaikan. Misal, saat kita menjalin hubungan dengan seseorang. Kita tahu ada yang salah dengan hubungan itu. Tapi karena satu, dua, tiga, empat (malah itung-itungan) hal, kita sering memaksakan hubungan itu untuk tetap berjalan. Kita lebih sering menuruti hati, dari pada nurani. Padahal kebenaran yang sebenar-benarnya kan nurani –Yun, bangun, Yun! Gak ngelantur–. Oke! Anggap saja saya lagi ngelantur. Tapi mari, kita menunduk sejenak. Bertanya pada nurani masing-masing. Dan temukan sendiri jawabannya di sana.

#edisiyuyunlagiselo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar