Kamis, 29 Agustus 2013

Review, Test Pack



Btw, pengen nge-review salah satu film nasional nih. Film lama sih, tapi sampai sekarang masih kerasa gregetnya. Mungkin karena semalam saya abis nonton [lagi].

Test Pack, you’re my baby. Film “dewasa” ber-genre romantic comedy karya Mas Monthy Tiwa ini sangat recomended untuk ditonton, tentunya oleh orang-orang yang sudah masuk dalam golongan manusia dewasa. Dewasa di sini bukan berarti berbau sex atau porno. Permasalahan yang diangkat dalam film ini memang masalah orang dewasa atau yang sudah menikah.

Overall, film ini sangat apik. Alurnya mengalir lancar. Segala macam masalah disajikan dengan pas. Tidak menye-menye. Tidak juga overdrama. Meskipun tergolong film dewasa, di film ini tidak ada adegan yang kelewat saru. Bumbu-bumbu komedi di beberapa frame juga membuat film ini asyik untuk ditonton. Konten-konten kedewasaan ditampilkan dengan rapih. Apalagi masing-masing karakter diperankan oleh para pekerja seni –entahlah, saya lebih suka menyebut mereka pekerja seni– yang sudah tidak diragukan lagi aktingnya. Dari pemeran utama, pemeran pendukung, bahkan para camoe pun, semua orang yang wajahnya sudah sering wara-wiri di layar lebar maupun layar kaca.

Diangkat dari sebuah novel yang berjudul sama, karya Ninit Yunita –saya sendiri belum pernah membaca novelnya–, Film ini bercerita tentang sepasang anak manusia yang membina rumah tangga atas dasar cinta. “Apa adanya kamu sudah melengkapi hidupku”. Itulah yang diucapkan oleh Rahmat –diperankan oleh aktor favorit saya, Reza Rahadian– usai ijab khobul kepada istrinya Tata –Acha Septriasa–. Rahmat bekerja sebagai dokter psikolog yang seringkali menangani masalah-masalah pernikahan orang lain. Sedang Tata adalah wanita karir yang bekerja di bidang advertising.

Selama 7 tahun menikah, Rahmat dan Tata belum juga dikarunia anak. Sementara itu, Ibu Rahmat terus mendesak agar mereka segera memiliki momongan. Segala macam usaha sudah dilakukan oleh kedua sejoli itu. Dari konsumsi tauge yang banyak. Mandi dengan air es. Nungging setelah berhubungan. Calender system. Tapi semuanya nihil.

Sampai pada akhirnya mereka harus ke dokter dan melakukan suntik hormon untuk Tata. FYI, Dokter absurd bernama Dr. Peni S ini diperankan oleh Oon Project Pop. Selama 2 bulan melakukan therapy invitro, belum juga ada tanda-tanda kehamilan. Kemudian Dr. Peni S, meminta Rahmat untuk melakukan tes sperma. Dan hasilnya, sperma Rahmat positif tidak subur alias mandul. Dari sini lah klimaks cerita dimulai.

Tata yang menemukan hasil tes Rahmat di lemari pakaian, mengamuk. Selama ini Tata mengira, dia yang tidak subur, ternyata sebaliknya. Dan Rahmat pun tidak mampu berbuat apa-apa. Rahmat kecewa terhadap dirinya sendiri, masih belum bisa menerima keadaannya. Di saat seperti ini datang seorang Shinta –Renata Kusmanto–. Shinta adalah mantan pacar Rahmat yang memiliki kesamaan nasib dengan Rahmat. Sama-sama mandul. Dan bagi keduanya, mereka bisa saling memahami keadaan dan perasaan masing-masing.

Tata yang nge-gap Rahmat dan Shinta makan berdua, kalap. Dia memutuskan untuk pergi dari rumah dan meninggalkan Rahmat. Singkat cerita Rahmat dan Shinta kembali dekat. Tapi, pada akhirnya Rahmat tetap memilih Tata. Di bandara, saat Tata mau pergi ke Thailand untuk pindah kerja, dia bertemu dengan pasien Rahmat –pasangan suami istri yang diperankan oleh Jaja Miharja dan Mariam Belina–. Mereka menjalaskan kepada Tata, kenapa mereka bisa rujuk. Dan itu berkat cerita Rahmat tentang kalimat yang dia ucapkan saat dia dan Tata menikah “apa adanya kamu sudah melengkapi hidupku”.

Cerita ditutup dengan kepulangan Tata ke pelukan Rahmat. Mereka memutuskan untuk mengadopsi anak dari panti asuhan. Dan Shinta, dia kembali pada suaminya, Heru –Dwi Sasono–.

Satu-satunya hal yang tidak saya pahami keberadaannya dalam film ini adalah adanya Poppy Sovia saat di rumah sakit. Untuk apa? Dan kenapa adegan itu ada? karena menurut saya, sama sekali tidak berpengaruh terhadap jalannya cerita. Tidak ada dialog di sana. Hanya bertemu, bahkan tanpa bertatap mata.

Satu pelajaran yang bisa kita ambil dari film tersebut adalah tentang bagaimana mempertahankan sebuah hubungan. Tidak ada hubungan yang sempurna. Apalagi pelakunya. Sebesar apapun ujian yang menyapa, seharusnya cinta mampu menyelamatkannya. Saya jadi teringat wejangan dari Abah “Sedikit waktu mungkin sudah cukup untuk menentukan pilihan. Tapi untuk bertahan pada pilihan tersebut, mungkin harus menghabiskan sisa usia yang dimilikinya”.

2 komentar:

  1. Huhuhui pasti ini gegara tau aku abis nonton siang nya kae :D *ge-er*
    btw, world war z udah nonton belum tante?

    BalasHapus
  2. Iya.. gegara statusmu itu. Trs, malamnya nonton lagi, dan terciptalah tulisan ini. Blm budhe.
    Tapi malah pengen review In Time sama The Croods. Tu film pesannya ngena banget

    BalasHapus