Senin, 19 Agustus 2013

Manahan, Pengalaman Pertama

Rasanya kurang afdol kalau orang yang mengaku penggemar sepakbola seperti saya ini gak pernah nonton pertandingan langsung di stadion. Rabu, 14 Agustus 2013 kemarin, atas dasar ajakan dari teman saya, –lebih ke paksaan sih sebenarnya– saya datang juga ke Stadion Manahan, Surakarta untuk menonton laga Timnas Indonesia vs Filipina. Awalnya, saya pikir menonton pertandingan di stadion itu akan sangat menyebalkan. Apalagi dengan sering adanya berita tentang tawuran antar-supporter sepakbola. Tentunya sebagai seorang perempuan saya sedikit was-was.

Dengan berbekal kenekatan, saya dan teman saya yang juga penggila sepakbola, yang level kegilaannya lebih tinggi di atas saya, sampai juga di Stadion Manahan. Kami datang 1,5 jam lebih awal sebelum kick off. Dengan harapan bisa mendapatkan tempat duduk yang nyaman dan eyes-able. Tapi kenyataannya, tempat duduk di tribun VIP ini sudah penuh sesak dengan para supporter tim garuda.

Tepat pukul 20.30 WIB, para pemain memasuki lapangan. Suasana langsung menjadi riuh. Teriakan dan tepuk tangan para penonton menyambut kedatangan para bintang lapangan bergema di setiap sudut. Tak terkecuali saya. Saya dengan semangat 45 langsung memberikan standing applause. Ya, meskipun saya tidak terlalu paham dengan pemain-pemain lokal. Tapi melihat animo penonton lain yang luar biasa, saya pun jadi ikut-ikutan luar biasa. Apalagi ketika mengumandangkan lagu kebangsaan “Hiduplah Indonesia Raya”. Kemudian diakhiri dengan tepuk tangan yang lebih cetar membahana. It’s awesome. “Seperti inilah pemuda Indonesia seharusnya” kata saya dalam hati. Di saat seperti ini, rasa nasionalisme sepertinya benar-benar terbangun. Semua supporter dari berbagai tim bersatu untuk satu nama INDONESIA.

Uforia para supporter
“Prittt...” peluit panjang berbunyi. Tanda pertandingan dimulai. Mata saya berusaha mencari-cari satu pemain bertubuh mungil. Andik Vermansyah. Ya, saya berharap dia masuk di starter lineup. Tapi ternyata coach berpikiran lain. Saya tidak melihat Andik ada di lapangan pada awal pertandingan ini. It’s oke. Kemudian saya mulai memperhatikan seluruh pemain satu per satu, sambil mengikuti arah tendangan bola. Pandangan saya tertuju pada pemain Filipina bernomor punggung 37. “Ni orang ya cakepnya full, gak setengah-setengah”, gumam saya –tetep, naluri kewanitaan selalu muncul saat melihat yang seperti ini mehihi–

Warm up para pemain cadangan. Andik ada di antara mereka
Lupakan itu. Saya kembali fokus pada pertandingan. Kali ini gagal. Uforia penonton di tribun sebelah berhasil memecah konsentrasi saya. “Gila tu penonton di tribun ekonomi. Gilaaa... Pengen nih loncat ke sana. Trus ikut-ikutan nyanyi bareng mereka”, saya berkata ke Ika, teman saya, setengah teriak.

Saran nih ya, kalau kamu pengen fokus nonton pertandingan saja, pilihlah tribun VIP/VVIP yang notabene lebih tenang. Tapi kalau kamu pengen nonton pertandingan sambil seru-seruan, pilihlah tribun ekonomi.

Di tribun VIP/VVIP, penontonnya cenderung jaim. Pengennya nyaman. Berdiri saja gak mau. Padahal, serunya nonton bola kan kalau berdiri, terus nyanyi-nyanyi bareng gitu. Kalau gol loncat-loncat bareng.

Saat nonton pertandingan di TV, saya sering mengumpat sendiri kalau ada yang nyalain mercon dan keluar asap. Tapi, di stadion, saya mulai paham. Itu namanya antusiasme. Agak anarkis sih. Tapi itulah ekspresi kebanggaan saat tim kesayangan berhasil membobol gawang lawan.

Saran lagi nih. Jangan pernah mengajak anak kecil nonton pertandingan sepakbola ke stadion. Secara, mereka kan masih kecil. Otak mereka belum punya filter untuk menyaring mana informasi yang baik dan yang gak. Dari pengalaman kemarin, tepat di belakang saya ada bapak-bapak yang hampir sepanjang permainan mulutnya gak bisa diam. Mengomentari jalannya pertandingan dengan nada-nada negatif. Saya yang ada di depannya saja geram. Pengen lempar itu orang ke tengah lapangan biar ditendang-tendang kayak bola. Bilang pemainnya bego lah, wasitnya goblok lah. Memangnya itu bapak-bapak kalau diberi kesempatan bisa lebih bagus dari yang ada di lapangan apa? Eits, kok saya malah misuh-misuh di sini ya? Sudahlah, terbawa perasaan.

Sementara di dekat bapak-bapak itu ada beberapa anak kecil usia 7 tahunan. Saya kaget, ketika mendengar salah satu anak ikut berkomentar seperti bapak-bapak tadi. Secara reflek saya menoleh ke arah anak tersebut. Menatapnya tajam. Tatapan seorang kakak yang memberikan nasehat sekaligus ancaman kepada adiknya. Kemudian anak itu diam dan menunduk. Yang saya sesalkan kenapa orang tua atau wali yang ada di samping anak itu justru diam saja ketika anaknya mengeluarkan umpatan-umpatan yang gak baik kayak gitu.

Iseng-iseng, saya memotret Bapak yang gak bisa diam itu. Begitu sadar ada suara kamera di depannya, dia seperti salah tingkah, gak PD lagi untuk menggerutui para pemain dan wasit yang ada di lapangan.

Itu contoh pengalaman yang tidak asyik selama di stadion. Pengalaman asyiknya jauh lebih banyak kok. Bisa seru-seruan bareng supporter lain. Bisa teriak-teriak gaje. Gak ada jaim. Gak ada sok elegan. Nyanyi bareng. Nasionalismenya terasa banget. Apalagi kalau Timnas bisa memenangkan pertandingan gini. Hasil akhir pertandingan 2-0 untuk Indonesia.

Usai pertandingan, saya dan teman saya tidak langsung pulang. Teman saya ngeyel untuk ketemu sama para pemain. Saya sarankan untuk menyusup saja ke ruang ganti pemain dan official. Sampai di sana, ternyata sudah ada beberapa orang yang juga menunggu para pemain yang sedang konpers. Kami duduk-duduk tepat di depan ruang official wasit. Entah keberuntungan apa lagi yang menyapa kami. Wasit dari Myanmar yang tadi memimpin pertandingan, dia keluar dan membagikan beberapa botol air mineral kepada kami. “Tau aja nih Bapak kalo saya lagi dehidrasi”, batin saya sambil senyum-senyum. Gimana gak dehidrasi coba? Selama pertandingan teriak-teriak. Sementara minuman yang sengaja saya bawa dirampas sama petugas sebelum masuk lapangan. Ada sih yang jual minuman di dalam, tapi saya gak nafsu untuk membeli dari mereka. 

Wasit dari Myanmar yang memimpin jalannya pertandingan
Seneng sih, bisa ngobrol-ngobrol langsung sama beberapa wasit. Ada yang dari Myanmar, Malang, dan ada juga official-nya yang dari Ungaran. Tetangga kan?

Setelah menunggu sekian lama, akhirnya para pemain itu keluar juga dari ruang konpers. Teman saya langsung semangat mengejar mereka. saya mengekor saja di belakangnya, sambil memegang HP. Bersiap untuk mengambil gambar saat ada pemain lewat. Dan tentunya menjadi fotrografer dadakan pribadinya. 

Jacson F Tiago, Pelatih Timnas
Sekitar pukul 00.00 kami baru keluar dari area stadion manahan. Capek? Jangan ditanya. Seru? Pasti. Kapan-kapan mau lagi lah kalau ada yang ngajak untuk nonton di stadion. Selama masih dalam jangkauan. Ya jangkauan waktu, tempat, dan biaya hehehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar