Senin, 01 Juli 2013

Just Let It Go




Ribi dan Kala, di mata teman-temannya mereka adalah pasangan yang ideal. Ribi seorang gadis manis bertubuh proporsional. Pintar, ramah dan penyayang. Tapi manja dan perfectionis. Sementara Kala, dia sosok lelaki sederhana yang cerdas. Tidak banyak neko-neko, namun justru itu yang membuat banyak orang respect padanya. Introvert, mungkin itulah satu kata yang mewakili karakter seorang Kala.

Keduanya kuliah di kampus yang sama. Dari situlah mereka saling kenal. Dan akhirnya memutuskan untuk menjalin sebuah hubungan. Pacaran atau apalah itu sebutannya. Yang pasti Ribi sangat mencintai Kala, begitupun sebaliknya. Selama sekian bulan menjalin hubungan, Ribi merasa semakin nyaman berada di dekat Kala. Di setiap kesempatan, di mana ada Ribi di situ ada Kala.

Sudah tidak ada lagi kesangsian di hati Ribi untuk memilih Kala sebagai pendamping hidupnya kelak. Namun, apalah daya manusia. Rencana tetaplah rencana. Tuhan juga yang menjadi penentu atas segalanya.

***

“Bi, maaf,” hanya kata itu yang sanggup keluar dari mulut Kala. 

Sementara Ribi tak mampu berkata apapun. Pandanganya kosong. Matanya berkaca-kaca. Bibirnya bagai terkunci. Dadanya sesak, kerongkongannya terasa sangat berat menahan tangisan. Dia tahu, air matanya akan turun bersamaan saat dia membuka mulut.

Kala mengenggam tangan Ribi dengan erat. Kembali dia berkata “Maaf. Dan terimakasih telah menjadi Ribiku.” Kali ini diakhiri dengan satu kecupan yang mendarat di kening Ribi. Kemudian dia bergegas pergi.

Ribi masih saja bungkam, terpaku. Ada gemuruh yang luar biasa di hatinya. Ingin dia berteriak sekencang-kencangnya. Ingin dia menggampar lelaki yang baru saja mengecup keningnya itu. Ingin dia tidak percaya dengan segala apa yang baru saja didengarnya. Tapi tubuhnya terasa kaku. Serasa ada bongkahan es di pangkuannya.

Saat Kala pergi meninggalkannya dengan alasan yang bahkan Kala sendiri tidak mampu untuk menjelaskan, seketika itu juga dunia Ribi hancur. Hatinya tak lagi utuh. Tangisnya pecah. Buliran air mata satu-satu berjatuhan tanpa terbendung lagi. Kala, orang yang sangat dicintainya melebihi dirinya sendiri, dengan sadarnya dia bilang mengakhiri hubungan ini setelah seluruh harapan Ribi terpatri padanya.


***

Itu adalah kali terakhir Ribi dan Kala bertemu. Kini, Ribi dan dunianya telah banyak yang berubah. Kejadian setahun yang lalu itu benar-benar tamparan keras untuknya. Sejak saat itu Ribi memutuskan untuk tak lagi mengenal Kala. Bukan, bukan karena benci. Ribi hanya ingin menata hatinya kembali tanpa bayang-bayang masa lalunya. Terlihat childish memang. Tapi itulah Ribi. Dia hanya tidak ingin menyakiti siapapun, termasuk dirinya sendiri. Sehingga dia lebih memilih menepi dan menarik diri dari dunianya yang dulu untuk sementara waktu. Entah sampai kapan? Ribi hanya bisa tersenyum saat sahabat-sahabatnya menghubunginya dan berkata “Aku rindu Ribi yang ceria. Cepat kembali ya…”

Dengan nadanya yang khas, Ribi selalu bilang “Aku hanya ingin memastikan bahwa semuanya telah baik-baik saja. Memastikan bahwa luka-luka itu telah benar-benar pulih sebelum aku memulai kehidupanku yang baru.”

Quote : Terkadang, kita melepaskan bukan karena benci atau tidak peduli. Tapi karena kita sadar, kita terlalu cinta dan tidak mungkin memiliki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar