Sabtu, 15 Februari 2020

Jodoh 2: Mendekat

Kedatangan Mas Anang adalah berkah. Kok? Jadi, cerita dikit, nih. Sebelum kedatangannya, ku sempat dijodohkan dengan seseorang yang kutak suka. Tentu saja kutolak. Dan ini sempat membuat hubunganku dengan orang tua menegang.

Ya, aku mengerti perasaan orang tuaku. Mereka hanya ingin yang terbaik untuk anak gadisnya yang hingga menginjak usia kepala tiga masih sendiri saja. Tapi… aku juga bukan tipe anak manis yang iya-iya aja sama semua pilihan orang tua. Sebagai manusia merdeka, ku juga punya keinginan, punya pilihan. Apalagi ini perkara memilih pasangan hidup yang konsekuensi dari pilihannya akan dijalani seumur hidup. Yang untuknya aku akan mencurahkan seluruh waktu, tenaga, pikiran, dan perasaan. Yang darinya aku akan punya keturunan. Yang dengannya aku akan menjalani hari tua bersama. Aku gak bisa ngebayangin aja menjalani hidup dengan orang yang sedari awal sudah tidak ku suka.

Dan kehadiran Mas Anang  seperti mengakhiri drama panjang perjodohan ini. Thanks, Mas. Kamu datang tepat waktu.

***

Sejak sapaan di inbox facebook waktu itu, papanya anakku ini mulai meluncurkan jurus-jurus pendekatan. Pendekatan jarak jauh. Posisi kita memang gak sekota. Ku di sini, dia jauh di Bogor sana. Kalo alamat di KTP, sih, deketan. Deket banget. Jarak antara rumahku dan rumahnya gak lebih dari 2 km.

Ribet gak tuh pendekatan jarak jauh? Entah. Nanti, deh, kutanyakan sama dia. Kalo aku sebagai pihak yang didekati, sih, biasa aja kwkwkw...

Seingatku, dia intens banget ngubungin tiap hari. Pagi sore malem kirim pesan mulu. Standar orang-orang kalo lagi PDKT lah. Aku, waktu itu masih jual mahal. Bales pesannya kalo sempat doang. Atau kalo mood aja. Kalo dipikir-pikir kok jahat, ya kwkwkw...

Ya, gimana? Sebagai seorang perempuan yang udah berkali-kali mengalami patah hati, aku kan juga harus jaga diri dan hati. Ora angger. Lagian secara usia, ku juga tak lagi belia. Sudah saatnya menemukan atau ditemukan oleh seseorang yang serius, gak cuma main-main aja. Dan tentunya seseorang yang kuklik juga dengannya.

Sedari awal, dia sudah menyatakan ingin serius. Sempat mikir, ini orang gila apa gimana? Ketemu belum pernah, udah PD mau serius aja. Nanti kalo pas ketemu dan aku gak sesuai dengan ekspektasinya, lak yo malah masalah. Menimbulkan kekecewaan dan berujung tidak baik pada sebuah hubungan. Atau ini orang hanya pasang umpan saja? Semua gadis diajak serius, yang mana yang nyantol duluan diajakin serius beneran gitu.

Auk, ah..

Yang pasti semakin hari, intensitas chatting kita semakin bertambah. Dari situ, ku berlahan mulai mengenali karakternya. Tentang dia yang perhatian. Dia yang tidak suka nge-judge. Dia yang open minded. Dia yang bertanggung jawab. Dan dia yang sangat wagu dalam menunjukkan perasaannya.

Hallah, Mbak, baru ngobrol aja udah menarik kesimpulan, sih? Ehm... Jadi, begini...

Suatu waktu ku pernah bilang ke dia, kalo aku tattoan. Tentu saja ini pernyataan yang mengada-ada. Diada-adakan hanya untuk mengetesnya. Pada bagian ini dia lulus. Dia tidak mempermasalahkan perihal aku tattoan, aku ngerokok, atau bahkan aku mabok. Dari sini kutau kalo dia tidak suka nge-judge.

Suatu waktu lagi ku pernah bilang ke dia, kalo sudah nikah nanti aku mau berenti kerja. lagi-lagi hanya sebuah pernyataan yang diada-adakan. Karena, sungguh kutak ada niat berenti kerja setelah menikah. Di bagian ini dia lulus juga. Dia oke-oke saja dengan aku kerja atau tidak setelah menikah nanti. Dia malah bilang, "Gapapa. Setelah menikah, susah senangmu kan tanggung jawabku." Bhaiq... sampai di sini paham, kan, kenapa aku bilang dia bertanggung jawab?

Lalu, bagaimana bisa tau kalo dia perhatian? Kan dia jauh. Masak, ya, Mbaknya percaya sama kata-kata tanpa tindakan dari seorang lelaki yang berada  nun jauh di sana.

Ini pada suatu waktu lagi. Ku pernah sakit. Gak parah, tapi lumayan mengganggu. Mengganggu kesehatan fisik, psikis, dan tentu saja isi dompet. Beberapa kali ku harus ke dokter untuk memastikan bahwa telinga kiri yang kukeluhkan ini baik-baik saja. Ku yang berobat santai saja, dia yang jauh di sana berisik terus. Sampai mau ngasih biaya pengobatan. Ya Rabb.. dipikirnya ku gak punya cukup uang untuk membiayai hidup apa gimana? Huh. Tapi, dari sini ku jadi tau kalo dia seperhatian itu.

Oh, dan tentu saja aku stalking akun sosial medianya. Untuk sekadar tau tentang pergaulan dan pemikirannya. Sebagai tambahan bahan pertimbangan kwkwkw...

Sampai di sini sudah yakin sama keseriusannya? Tentu saja belum. Tidak semudah itu, Ferguso. Pokoknya kalo dia belum menampakkan diri di depanku, aku masih menganggap bahwa niatnya hanya sebuah niat. Kalo beneran serius, tolong ya, tampakkan diri anda di depan saya. Jangan hanya berkata-kata.

Dan setelah beberapa kali dia gagal untuk menampakkan diri, akhirnya di bulan April 2017, dia muncul juga. Apa yang terjadi setelahnya? Nanti lah, akan kuceritakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar